Sebanyak 82% penyandang disalibilitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak mengetahui apa itu Covid-19. Temuan ini merupakan hasil riset Garamin NTT dan Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal (PIKUL).

Selain itu, 68% difabel tidak tahu sama sekali tentang apa itu perubahan iklim dan 93% responden tidak dilibatkan dalam adaptasi perubahan iklim di desa.

Riset ini dilakukan di delapan desa yang tersebar di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada 100 penyandang disabilitas.

“Tercatat 92% difabel mengatakan mereka tidak memiliki forum pengurangan resiko bencana di desanya,” kata Project Assistant dan MEL, Tata Yunita dalam keterangan pers yang diterima Tajukflores.com, Minggu (13/2).

Temuan ini membawa Yayasan PIKUL melalui proyek komunitas tangguh iklim dan bencana di Indonesia lewat penguatan petani perempuan (ICDRC-YFF) mengadakan workshop membangun jaringan kerja efektif untuk pengurangan risiko bencana yang cerdas iklim dan inklusif dalam melakukan praktik CSDRM.

Baca Juga:  DPRD Minta Dinas PUPR Manggarai Perbaiki Duiker di Desa Bere-Cibal Barat

Workshop bekerjasama dengan OXFAM dan atas dukungan dari Australian AID/DFAT- Kemensos RI.

Menurut Tata, sejak januari 2019, Yayasan PIKUL dan OXFAM bekerja sama dengan komunitas petani perempuan di empat desa di Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS atas dukungan dari Australian Aid dan Kemensos RI melaksanakan program komunitas tangguh iklim dan bencana di Indonesia atau Indonesia climate and disaster resilient communities (ICDRC) lewat penguatan petani muda perempuan (young female farmer/YFF).

Program ICDRC-YFF ini memiliki tujuan jangka panjang. Bahwa pada tahun 2022, masyarakat pedesaan dan perkotaan yang ditargetkan di lokasi-lokasi terpilih di Indonesia, dengan fokus pada perempuan dan penyandang disabilitas, menyadari hak-hak mereka dan meningkatkan kesejahteraan mereka meskipun terdapat guncangan, tekanan, dan ketidakpastian.

Pengurangan risiko bencana (PRB) menjadi salah satu program prioritas dalam upaya penanggulangan bencana yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.

Baca Juga:  Keras! Serukan Dukungan Presiden Jokowi Tiga Periode, Gubernur Viktor Laiskodat: Bagaimanapun Cara!

Kolaborasi inklusif dalam upaya PRB sangat penting, diantaranya yang pertama otoritas lokal maupun orang yang berwenang di lingkup lokal yang memainkan peran penting untuk memperkuat kapasitas lokal atau daerah dalam PRB di seluruh Indonesia.

Dalam kegiatan-kegiatan PRB tidak semua masyarakat terlibat di dalamnya. Menurut survei identifikasi disabilitas terkait bencana (ASB, 2014), 76% penyandang disabilitas yang tinggal di wilayah rawan bencana belum pernah terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana.

“Harapannya dengan workshop ini bisa menjadi ruang untuk membangun jaringan kerja dalam pengurangan risiko bencana yang cerdas iklim dalam melakukan praktik CSDRM, dimana jejaring ini nantinya dapat menghubungkan elemen pentahelix PRB dengan Organisasi Penyandang Disabilitas yang akan mendukung terlaksananya PRB yang inklusif tidak hanya di Kabupaten Kupang tapi juga di Kabupaten TTS,” kata Tata.