Jakarta – Kitab Hukum Kanonik (KHK) merupakan panduan utama dalam ajaran Gereja Katolik tentang berbagai hal, termasuk perkawinan. Dalam Gereja Katolik, perceraian tak dibolehkan, sebab perkawinan dianggap sebagai ikatan yang tidak dapat dipisahkan (indissoluble marriage).

KHK menegaskan bahwa perkawinan ratum (sah secara hukum) dan consummatum (tersempurna) tidak bisa diputuskan oleh kekuatan manusia manapun atau atas alasan apa pun, kecuali oleh kematian salah satu pasangan.

Ratum mengacu pada perkawinan yang sah di antara individu yang telah dibaptis secara resmi. Sedangkan consummatum mengacu pada persetubuhan yang melengkapi atau menyelesaikan perjanjian perkawinan di antara pasangan yang sah.

Gereja Katolik menganggap perkawinan yang sah di dalam Gereja sebagai ikatan yang tak terpisahkan. Dalam pandangan Gereja Katolik, jika seseorang yang telah sah menikah di dalam gereja lalu bercerai secara sipil tanpa izin perceraian dari gereja, maka perkawinan mereka masih dianggap sah dan tidak terceraikan.

Karena itu, ketika seseorang yang bercerai di luar Gereja Katolik lalu ingin menikah lagi, untuk diakui oleh Gereja Katolik, mereka harus mengajukan izin perceraian dari Gereja Katolik. Tanpa persetujuan dan izin perceraian dari gereja (dalam perkara anulasi), pernikahan yang baru akan dianggap tidak sah dalam pandangan Gereja Katolik.

Selain itu, orang Katolik yang bercerai dan menikah lagi tanpa izin perceraian dari Gereja juga tidak akan diizinkan menerima sakramen komuni. Sebab, dalam pandangan gereja, status mereka sebagai anggota yang terikat dengan ajaran Gereja telah menjadi kompleks karena mereka telah keluar dari ajaran yang mengatur gereja.