Jakarta – Debat ketiga Pilpres 2024 diwarnai kritik terhadap sikap emosional capres nomor urut 02, Prabowo Subianto. Pakar kebijakan Achmad Nur Hidayat menyoroti ekspresi Prabowo yang meledak saat disudutkan pertanyaan Anies dan Ganjar, serta kurangnya argumen berbasis data.

Hidayat menilai simpati publik ke Prabowo tak boleh menutup mata pada fakta kepemilikan lahan 320 hektarnya, kontras dengan ketimpangan lahan di Indonesia.

Data Anies soal ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta paradoks anggaran Rp700 triliun Kemenhan dibobol hacker justru luput dari sorotan.

Kritik tajam dialamatkan pada respons Menteri Pertahanan itu yang defensif dan mengelak soal etika. Alih-alih menjawab substansial, Mantan Pangkostad itu malah balik menyerang Anies.

Kurangnya transparansi data dan sikap anti-kritik ini, menurut Hidayat, memunculkan bayangan kepemimpinan otoriter.

“Debat bukan hanya ujian bagi calon, tapi juga tes bagi publik melihat calon pemimpin potensial menghadapi kritik,” ujar Hidayat di Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.

“Pernyataan Prabowo bahwa Anies tak pantas bicara etika menciptakan gambaran kepemimpinan yang tak toleran kritik,” imbuh dia.

Hidayat mengingatkan, kontrol emosi krusial dalam menyampaikan gagasan. Dominasi emosi, lanjutnya, bisa merugikan citra kepemimpinan.

Ia pun memberi saran bagi Prabowo: belajar mengendalikan emosi, menerima kritik konstruktif, dan meningkatkan transparansi informasi.