Tajukflores.com –  Menjelang pencoblosan Pilpres 2024 yang tinggal menghitung hari, kubu Prabowo Subianto meluncurkan strategi branding yang tidak biasa: “anak baik”. Namun, langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pegiat media sosial Septian Raharjo atau Gus Raharjo.

Dalam ulasannya, Gus Raharjo menilai branding “anak baik” sebagai langkah ekstrem yang tidak sesuai dengan citra asli Prabowo yang dikenal sebagai sosok yang tegas dan bahkan terkadang arogan.

Ia mempertanyakan bagaimana mungkin seorang yang pernah dikaitkan dengan tindakan kekerasan dan ucapan kontroversial bisa tiba-tiba dicitrakan sebagai sosok yang lembut dan disukai.

Menurut Gus Raharjo, Prabowo sebenarnya dikenal sebagai seorang lansia yang memiliki sifat yang sangat jelas, yakni frontal dan arogan. Transformasi menjadi sosok yang penurut dan patuh justru dapat menimbulkan ketakutan yang lebih besar.

Analogi yang digunakan Septian mengarah pada film “Split” (2016), di mana seorang psikopat dengan kepribadian ganda bertingkah seperti anak kecil yang menggemaskan, namun memiliki sisi gelap yang menakutkan.

Gus Raharjo menyebut bahwa kubu Prabowo telah berusaha keras menyembunyikan sifat asli Prabowo yang tempramental, namun upaya branding tersebut hancur setelah debat pertama. Prabowo terlihat marah dan menggunakan bahasa kasar, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan narasi “anak baik” yang dicoba dibangun.

Dalam membahas rekam jejak Prabowo, Gus Raharjo mengutip sebuah kisah dari buku “Gus Dur Presiden Republik Akhirat” yang menunjukkan ancaman pembunuhan terhadap Gus Dur yang datang dari seorang utusan Prabowo.

Kejadian tersebut membuat banyak orang bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang dengan rekam jejak buruk seperti itu bisa dianggap sebagai “anak baik”.

Gus Raharjo juga menyoroti upaya manipulasi yang dilakukan kubu Prabowo melalui dukungan logistik dan instrumen kekuasaan. Dia menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk menyembunyikan sisi gelap Prabowo, rekam jejak tidak bisa disembunyikan.

Gus Raharjo mengingatkan bahwa manipulasi seperti ini hanya menggambarkan nafsu untuk berkuasa, bukanlah pengabdian pada rakyat.