Jakarta – Antrean panjang pembelian gas elpiji 3kg di Medan, Sumatra Utara, kembali menjadi sorotan. Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menjelaskan bahwa situasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk keterbatasan kilang gas di Indonesia yang menyebabkan sebagian besar elpiji diimpor.
“Sebagian besar elpiji diimpor karena keterbatasan kilang gas di Indonesia. Maka variabel harga minyak, kemudian lemahnya harga rupiah, inflasi, itu variabel-variabel yang akan mempengaruhi,” kata Fahmy saat berbincang dengan Pro3 RRI, Kamis (7/3).
Fluktuasi harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan inflasi dapat menyebabkan harga elpiji impor menjadi tidak stabil, dan berimbas pada antrean panjang di tingkat konsumen.
Fahmy juga menjelaskan bahwa permintaan gas elpiji selalu meningkat menjelang Ramadan, dengan kenaikan mencapai 5-10 persen.
“Selama Ramadan atau Lebaran itu permintaan simelon akan meningkat. Jadi, kebutuhan itu dan elpiji juga 70 persen lebih diimpor,” katanya.
Peningkatan permintaan ini, dikombinasikan dengan faktor impor, dapat memperparah antrean elpiji di masyarakat.
Pemerintah memberikan subsidi untuk gas elpiji 3kg agar harganya terjangkau bagi masyarakat miskin. Namun, Fahmy menjelaskan bahwa penambahan pasokan elpiji bersubsidi juga akan menambah beban APBN.
“Kalau terjadi kelangkaan, maka yang menjadi korban adalah rakyat miskin. Yang sesungguhnya dia berhak mendapatkan BBM subsidi,” ujar Fahmy.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.