Tajukflores.com – Sejak mengambil alih pengelolaan pariwisata dari Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), sejumlah kebijakan PT Flobamor, BUMD milik Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus memicu polemik.
Tahun 2022 lalu, aksi demo besar-besaran di Labuan Bajo bergulir. Asosiasi dan pelaku pariwisata Labuan Bajo menolak keras kehadiran PT Flobamor. Demo dua tahun lalu itu dipicu oleh kebijakan menaikan tarif pungutan jasa pemanduan wisata (naturalist guide) ke Taman Nasional Komodo (TNK).
Setelah sempat mereda, polemik tarif pungutan jasa pemanduan wisata kembali menggema tahun 2024 ini. Itu karena PT Flobamor kembali menaikan tarif naturalist guide secara diam-diam tanpa melibatkan pelaku dan asosiasi pariwisata Labuan Bajo. Kebijakan baru ini mulai berlaku sejak 1 Maret 2024 lalu.
“Mereka sudah naikin tiket naturalist guide tanpa ada kesepakatan dengan pelaku pariwisata yang beroperasi di wilayah kawasan TNK khususnya di Loh Liangm” kata Sekretaris DPC ASITA Kabupaten Manggarai Barat, Getrudis Naus saat dihubungi Tajukflores.com, Selasa (12/3).
Alih-alih mendapatkan respon positif, kebijakan PT Flobamor ini justru mendapat protes keras dari pelaku pariwisata. Utamanya adalah kebijakan menaikan tarif juga tidak diimbangi dengan pelayanan yang prima di Taman Nasional Komodo.
“Bagi saya belum bisa (kebijakan diterapkan), karena kenaikan suatu harga itu kan dimbangi dengan fasilitas pelayanan paling utama. Khusus untuk pelayanan bidang pariwisata apalagi bagian tiketing masuk dan lain-lain,” kata Silvester Jamin (50), salah satu tour guide lokal di Labuan Bajo kepada Tajukflores.com, Rabu (14/3).
“Ibarat hotel toh, hotel semakin bagus, semakin besar, semakin prima pelayanannya yang jelas harga juga lebih mahal,” imbuhnya.
Silvester mencontohkan buruknya kualitas pelayanan di Taman Nasional Komodo selama PT Flobamor mengambil alih pengelolaan pariwisata. Hal tersebut tergambar pada kemampuan komunikasi bahasa Inggris para naturalist guide di bawah manajamen PT Flobamor.
“Tapi begitu-begitu saja, bahkan ada yang tidak bagus begitu, itu yang pertama. Kadang kita sampai di sana juga kita harus cari mereka,” ungkapnya.
Silvester yang telah bekerja sebagai tour guide selama 28 tahun ini mengungkapkan bahwa pelayanan Ranger BTNK di masa lalu jauh lebih baik dibandingkan dengan pelayanan naturalist guide dari PT Flobamor saat ini.
Ia menyayangkan bahwa di tengah meningkatnya jumlah wisatawan, fasilitas dan pelayanan di TNK justru semakin menurun.
“Waktu BTNK dulu atau Polhut dulu yang jadi ranger, itu mereka sudah siap di sana. Jadi tinggal jalan dan kita juga aman. Kadang mereka (naturalist guide dari PT Flobamor) ini kan ada yang jual souvenir, kadang dipanggil juga dan tamunya harus tunggu. Seperti kejadian beberapa waktu lalu, sampai tamu itu dimasukan ke Facebook protesnya itu,” tutur Silverster.
Hal senada diungkap Beni, tour guide lainnya di Labuan Bajo. Ia menilai tarif baru yang diberlakukan oleh PT Flobamor tidak sesuai dengan kualitas pelayanan. Bagi dia, kebijakan baru tersebut belum saatnya diterapkan.
“Saya menolak! Karena apa? Karena menurut saya belum saatnya. Kalau mereka sudah perbaiki fasilitas (pelayanan),” jelas dia.
Lebih lanjut, Silvester juga mengamati bahwa jumlah naturalist guide yang tersedia tidak cukup untuk melayani banyaknya tamu yang berkunjung ke TNK. Hal ini menyebabkan satu naturalist guide harus menangani banyak tamu sekaligus, sehingga kualitas pelayanannya menjadi berkurang.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.