Jakarta – Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) mengidentifikasi tiga permasalahan utama yang menghambat perempuan mendapatkan akses perlindungan sosial. Hal ini terungkap dalam riset yang dilakukan Yakkum dengan meminta keterangan perempuan Indonesia mengenai kendala yang mereka hadapi.

Project Manager Program Peduli Pusat Rehabilitas YAKKUM, Ranie Ayu Hapsari, menjelaskan bahwa persoalan pertama adalah terkait data. Data perlindungan sosial saat ini masih bersifat sektoral dan belum terintegrasi.

Hal ini menyebabkan “data inclusion” dan “data exclusion error”, sehingga banyak perempuan marjinal yang tidak terjangkau program perlindungan sosial.

“Masalahnya, data kita masih sektoral, belum terintegrasi,” ujar Ranie dalam acara media briefing secara daring, Selasa (16/4).

“Akibatnya, banyak kawan-kawan perempuan marjinal itu belum terjangkau akses perlindungan sosialnya,” imbuh dia.

Permasalahan kedua adalah jangkauan program perlindungan sosial yang belum komprehensif.

Program saat ini masih berfokus pada data kepala keluarga, sehingga peruntukkan program bagi perempuan masih parsial dan tidak menjangkau perempuan dengan keragaman identitas dan kerentanan.

“Basis penyalurannya masih dipegang kepala keluarga, sehingga peruntukkan program perlindungan sosial bagi perempuan itu masih parsial,” jelas Ranie.

Persoalan ketiga adalah anggaran program perlindungan sosial yang belum sepenuhnya berpihak pada perempuan rentan dan marjinal.

Contohnya, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi penyandang disabilitas hanya menanggung tujuh jenis alat bantu, padahal mereka membutuhkan lebih dari 40 jenis.

Menyadari berbagai permasalahan ini, Pemerintah dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) berencana mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) Perempuan. Salah satu agenda utama Munas adalah membahas kemiskinan perempuan dan akses perlindungan sosial.

“Bahkan, dalam Munas Perempuan, kami menemukan bahwa JKN tidak dapat membiayai pelayanan kesehatan akibat tindak pidana, seperti penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan perdagangan orang,” ungkap Ranie.

Tentang YAKKUM

YAKKUM adalah sebuah lembaga sosial gerejawi yang didirikan pada tanggal 1 Februari 1950. Didirikan oleh Sinode Gereja-gereja Kristen Djawa dan Gereja-gereja Kristen Indonesia Djawa Tengah, YAKKUM memiliki komitmen kuat untuk melayani masyarakat Indonesia dengan penuh dedikasi.

Awalnya, YAKKUM dikenal sebagai Jajasan Roemah-roemah Sakit Kristen di Djawa Tengah (JRSK). Didirikan dengan Akta Nomor 6 Tahun 1950 oleh Notaris Tan A Sioe di Semarang, JRSK berfokus pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Jawa Tengah.

Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, pada tanggal 5 Desember 1964, JRSK berganti nama menjadi Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM). Perubahan nama ini mencerminkan perluasan cakupan pelayanan YAKKUM yang tidak lagi hanya terfokus pada kesehatan, tetapi juga mencakup bidang-bidang lain seperti pendidikan dan kemanusiaan.

YAKKUM menjunjung tinggi misi untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa membedakan suku, agama, kepercayaan, ras, dan golongan. Yayasan ini memberikan prioritas pelayanan kepada mereka yang miskin dan tersisih, dengan tetap menjaga kelestarian pelayanannya.

Visi YAKKUM adalah menjadi lembaga yang terpercaya dan profesional dalam melayani masyarakat Indonesia di bidang sosial, kesehatan, dan pendidikan.