Jakarta – Pengamat hukum Hardjuno Wiwoho menekankan pentingnya bagi Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), untuk meneruskan agenda pemberantasan korupsi yang telah dicanangkan oleh pemerintahan sebelumnya.

Dalam program prioritasnya, selain makan siang gratis, dua pekerjaan rumah (PR) besar yang harus diselesaikan dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran adalah pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang (UU) dan penuntasan mega skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“Saya kira, urgensi maupun semangat disahkannya RUU Perampasan Aset adalah bisa menumpas korupsi,” kata Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Minggu (28/4).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyinggung soal pentingnya perampasan aset dan pengembalian uang negara. Namun sejak Surat Presiden atau Supres tentang RUU Perampasan Aset diserahkan Pemerintah ke DPR pada Mei 2023, hingga kini beleid tak kunjung disahkan.

“Saya kira, di tahun awal pemerintahan baru ini, mari semua anak bangsa, sama-sama mengawal seberapa serius mereka mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset. Karena dari situ menjadi alat ukur keseriusan memberantas korupsi,” ujar mahasiswa program studi hukum dan pembangunan sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini.

Hardjuno menyoroti urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah dalam menumpas korupsi. Namun, ia juga menekankan bahwa proses tersebut tidaklah mudah mengingat tarik ulur politik yang kuat dan banyaknya kepentingan yang terlibat.

“Mestinya semua komponen bangsa dan seluruh rakyat Indonesia mengawasi pembahasan RUU ini,” ungkap dia.

Lebih lanjut, Hardjuno melihat, tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang sangat besar, terutama dari sector ekonomi. Situasi ini menyulitkan pemerintahan baru ini merealisasikan janji kampanye.

Salah satu contohnya, kondisi geopolitik yang semakin memanas yang memberikan tekanan terhadap APBN. Memburuknya kondisi ekonomi global ini memberikan sentiment negatif terhadap ekonomi Indonesia.

“Ruang fiscal kita menjadi sangat terbatas,” urainya.

Sementara itu, pemerintahan baru harus membiayai program makan siang gratis yang menjadi jualan politik Prabowo-Gibran saat kampanye pilpres kali lalu.
Diperkirakan, anggaran makan siang gratis ini menelan Rp 450 Triliun per tahun.

Kebutuhan dana jumbo ini diperkirakan akan menganggu APBN yaitu tersedotnya anggaran lain dari program perlindungan social.