Tajukflores.com – Draft RUU Penyiaran yang sedang digodok DPR RI terkesan memberikan karpet merah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas dan fungsinya. RUU Penyiaran ini memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat, bahkan mengancam keberlangsungan para konten kreator.
RUU Penyiaran ini tak hanya mengatur larangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi, tetapi turut mengatur penyelenggaraan platform digital penyiaran.
Misalnya, Pasal 34F Ayat (2), yang berisi penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Artinya, konten kreator yang memiliki dan menjalani akun media sosial seperti Youtube atau Youtuber, TikTok atau Tiktoker juga masuk dalam ranah RUU Penyiaran ini.
RUU Penyiaran ini membuat geram dan resah sejumlah pihak. Peneliti Remotivi, Muhamad Hechael mengatakan, dalam UU Penyiaran yang lama, KPI tak berwenang sampai verifikasi. KPI hanya berwenang membeeri sanksi ketika adanya tayangan yang keluar melakukan pelanggaran.
“Kalau ini terjadi ini jadi kayak super body. Dewan Pers, LSM, KPI disatuin. KPI yang baru dalam RUU Penyiaran ini kayak gabungan regulator itu. Di sini ajah kita udah ngelihat ini powernya absolut banget, ini bahaya banget,” kata Hechael saat dihubungi, Jumat (17/5).
Kewenangan penuh KPI itu akan berdampak pada kreativitas para konten kreator. Sebab, RUU ini memberlakukan sistem sensor. DPR dan pemerintah dianggap terlalu fokus pada aspek moralitas dan keamanan, tetapi ekonomi kreatif diabaikan.
“Ancamannya pada ekspresi,” tutur Hechael.
Menurut Hechael, negara terlalu obsesif sama konten, seharusnya fokus pada infrastruktur, tetapi tak pernah disentuh. Negara harusnya hanya mengawasi konten yang berbahaya seperti hoaks dan ujaran kebencian.
“Ngeri ini mau jadi apa ini KPI. Mau jadi super body? tutup Hechael terheran-heran.
Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Nenden Sekar Arum mengatakan Pasal 34F itu membuat kewenangan KPI makin luas.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.