“Banyak aspek lain selain korupsi yang menjadi domain KPK untuk mengukur IPK, seperti kemudahan investasi, penegakan hukum, dan kemudahan berbisnis,” kata Alex. “Ada 8 indeks dalam IPK dan tidak semua menjadi domain KPK.”

Artinya, upaya pemberantasan korupsi tidak dilakukan atau diikuti oleh lembaga-lembaga lain. Tidak ada perubahan cara berpikir, baik secara kelembagaan maupun individual, terutama dalam hal integritas lembaga dan pribadi.

“Ini problem kelembagaan. Ada tiga lembaga dan koordinasi supervisi ini sampai sekarang tidak berjalan dengan baik,” tutup Alex.

Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi III DPR RI, Benny Kabur Harman, meminta pimpinan KPK menjelaskan secara terbuka kasus-kasus yang ditangani lembaga antirasuah itu.

“Jadi, saya mohon itu dibuka, Pak. Saya tahu pimpinan KPK menunggu kami bertanya. Tidak mungkin takut menyampaikan lebih dulu. Maka kami bertanya, dan tugas kami bertanya sedalam-dalamnya, setajam-tajamnya, dan tugas bapak menjawab selengkap-lengkapnya,” kata Benny.

Benny juga menyoroti tugas dan peran KPK dalam melakukan supervisi dan koordinasi. Ia mengatakan DPR ingin mengetahui bagaimana supervisi KPK dalam penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

“Kasus ini ditangani oleh Kejaksaan atau Kepolisian?” tutur Benny.

Benny secara blak-blakan mengatakan bahwa KPK era sekarang tidak efektif melakukan supervisi seperti di era Johan Budi. Dia meminta KPK tidak perlu takut, karena dilindungi UU.

“KPK dilindungi UU, tidak usah takut. Tidak usah takut tidak dipilih lagi, kalau masih mau maju lagi. Kita ingin tahu, kasus apa yang disupervisi, di Kejaksaan kasus timah, disupervisi tidak oleh KPK?” tanya Benny.