Tajukflores.com – Adat yang kental mewarnai proses perkawinan di masyarakat etnis Lamaholot, Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama dalam konteks pemberian gading atau belis bala. Tradisi ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial mereka.
Pada masyarakat Lamaholot, belis bukan sekadar tradisi, melainkan juga menentukan nilai seorang perempuan. Meskipun penilaian terhadap seorang wanita tidak semata dari aspek material, namun keberadaan belis memiliki peran sangat penting dalam proses perkawinan.
Belis tidak hanya dipandang sebagai penghormatan terhadap perempuan, tetapi juga menjadi simbol kesatuan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan. Lebih dari itu, belis juga menjadi syarat penting bagi perempuan yang berpindah suku ke suku suami.
Di NTT, jenis belis yang digunakan sangat bervariasi, mulai dari emas, perak, uang, hingga hewan seperti kerbau, sapi, atau kuda. Di beberapa wilayah, belis dapat berbentuk barang khusus yang memiliki nilai tertentu.
Namun, yang membedakan adat Lamaholot adalah penentuan nilai seorang perempuan dalam bentuk gading gajah. Jumlah dan ukuran gading gajah secara umum bergantung pada suku, status sosial gadis, sistem perkawinan yang dipilih, dan kemampuan negosiasi antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.
Belis Bala Dipertahankan
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan benda yang dianggap bernilai sebagai belis kerap digantikan dengan uang tunai. Namun, dalam adat Lamaholot, belis bala tetap dipertahankan sampai saat ini.