“KPK mencatat dalam sejarah Hakim Agung ditangkap. itu kerja KPK. Hakim Agung yang kita anggap suci, Hakim Agung yang kita anggap wakil Tuhan di dunia diterobos oleh KPK, para menteri kabinet yang zaman Orde Baru dulu sangat dikagumi sana dijunjung tinggi, tidak ada lagi kebanggaan jadi pembantu presiden. Hakim MK juga begitu, bahkan ketua MK dicokok KPK. Kena OTT. Luar biasa,” tukas Benny.

Benny berujar karena memiliki kewenangan luar biasa, KPK perlu diawasi oleh DPR. Ia menyebut DPR melakukan pengawasan politik terhadap KPK.

“DPR itu lah yang melakukan pengawasan politik di samping tentunya pengawasan hukum oleh pengadilan. Jadi, kami diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan politik terhadap penggunaan kewenangan tugas yang diberikan oleh UU kepada KPK,” tukas Benny.

Lebih lanjut, Benny juga menyoroti sepinya operasi tangkap tangan (OTT) KPK belakangan ini. Ia mempertanyakan apakah sepi OTT tersebut memang karena korupsi telah berkurang.

“Dugaan saya tidak. Apakah ada tekanan, apakah ada permintaan, supaya gak ada OTT,” kata Benny.

Benny berkata sejak OTT diusulkan oleh Komisi III DPR RI, bukan mencari kesalahan dan musuh politik. OTT, jelas dia, sejak diusulkan bagian dari agenda untuk pencegahan. Hasil OTT akan melahirkan kebijakan.

“Jadi, OTT dilakukan dalam konteks untuk kepentingan itu, tapi waktu itu malah saya dituduh, karena partai kami yang paling banyak kena waktu itu, enggak apa-apa,” tutur Benny.