Jakarta – Bintang film “Agak Laen”, Bene Dion, baru-baru ini membagikan kisahnya tentang perjuangannya sebagai generasi sandwich. Generasi sandwich adalah sebutan untuk individu yang terjebak di antara tanggung jawab untuk mengurus orang tua dan anak-anak di saat yang bersamaan.

Dalam sebuah video, Bene Dion menceritakan momen ketika dia marah kepada sang ibu karena adiknya membutuhkan uang. Dia merasa frustrasi karena merasa tidak pernah bisa bekerja untuk diri sendiri dan selalu harus membantu keluarga.

“Kapan sih aku bisa kerja untuk diriku sendiri gitu. Aku malah ngomel ke mama gitu kayak kenapa sih yang kulakukan ini semua gak pernah untukku gitu? Selalu untuk mama, selalu untuk bapak, selalu untuk kedua adik. Kapan aku bisa egois gitu?” kata Bene Dion dalam video tersebut, seperti dikutip Tajuflores.com, Sabtu (9/3).

Setelah memarahi ibunya, komedian asal Sumatera Utara (Sumut) itu kemudian merasa bersalah dan menyesali perkataannya. Bene Dion menyadari bahwa menjadi generasi sandwich memanglah berat dan penuh dengan tekanan.

Bene Dion juga menceritakan bahwa dia bekerja keras dengan menulis skenario dan bermain sinetron, namun penghasilannya selalu habis untuk membantu keluarga.

“Jadi pergumulan itu yang salah satu yang paling berat. Ya, aku bisa ngeluh lah karena entah kenapa aku bekerja, aku nulis skenario, aku juga sempat main sinetron tapi uangnya nanti masuk, adik minta dikirim, uang masuk kakak minta dikirim,” keluh pria yang bernama lengkap Dionysius Rajagukguk itu.

Kisah Bene Dion ini mencerminkan perjuangan banyak generasi sandwich di Indonesia. Mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga, namun seringkali mengabaikan kebutuhan diri sendiri.

Sejarah Istilah “Generasi Sandwich”

Generasi sandwich adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelompok orang yang merasa “terjepit” di antara dua generasi yang berbeda, yaitu generasi orang tua di atas dan generasi anak di bawah.

Mereka biasanya merujuk pada orang-orang yang sedang berada di usia pertengahan, di mana mereka memiliki tanggung jawab terhadap kedua sisi, baik orang tua mereka yang menua dan membutuhkan perawatan, maupun anak-anak mereka yang masih membutuhkan bimbingan dan dukungan.

Generasi sandwich sering kali mengalami tekanan dan tantangan yang unik, karena mereka harus mengatasi berbagai tuntutan dan peran yang berbeda secara bersamaan.

Mereka mungkin harus mengelola karier mereka, merawat orang tua yang semakin tua atau sakit, serta mendukung dan membesarkan anak-anak mereka. Hal ini bisa menjadi beban emosional dan finansial yang besar bagi generasi sandwich.

Istilah generasi sandwich pertama kali diperkenalkan pada tahun 1981 oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor dan direktur praktikum di University Kentucky, Amerika Serikat. Generasi sandwich mengacu pada orang dewasa yang harus menanggung hidup tiga generasi: orang tua, diri sendiri, dan anaknya.

Analogi Sandwich

Kondisi ini dianalogikan seperti sandwich, di mana daging terhimpit oleh dua roti. Roti melambangkan orang tua (generasi atas) dan anak (generasi bawah), sedangkan daging, mayonaise, dan saus di dalamnya melambangkan diri sendiri.

Rentang Usia Generasi Sandwich

Generasi sandwich umumnya terjadi pada orang dewasa berusia 30 hingga 40 tahun, meskipun ada pula yang menyebut rentang 30 hingga 50 tahun. Carol Abaya, seorang Aging and Elder Care Expert, mengkategorikan generasi sandwich berdasarkan perannya: