Badan Narkotika Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan terjadinya penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) yang kian marak terjadi di NTT. 

Hal tersebut juga yang memicu NTT masuk dalam kategori darurat narkoba.

Kepala BNNP NTT, Markus Djara mengatakan, dari hasil penelitian BNN dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia mengungkapkan, jumlah penyalahgunaan Narkoba di NTT mencapai 36.022 pengguna. Dan secara kasat mata terbanyak oleh kaum milenial.

“NTT masuk kategori darurat Narkoba. Dan terbanyak itu kaum milenial,” kata Markus di Kupang, Kamis (18/7/2019) melansir Kumparan.

Namun, hingga saat ini pencegahan dan pemberantasan Narkoba di NTT masih sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh lemahnya dukungan dari Pemprov NTT, Pemerintah Kabupaten, pihak-pihak terkait, dan keterbatasan anggaran.

“Dukungan pemerintah daerah lemah. Anggaran juga terbatas sehingga belum maksimal,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah daerah tidak bisa diharapkan bekerjasama dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan Narkoba di NTT.

Baca Juga:  Kasus Harvey Moeis Dinilai Jadi Momentum Pemerintah dan DPR Sahkan RUU Perampasan Aset

Pasalnya, sampai saat ini Instruksi Gubernur NTT No.1 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN), tidak dijalankan. 

“Instruksi gubernur untuk cek urin sudah jelas tetapi tidak dijalankan. Bagaimana ASN mau jadi contoh,” kata dia.

Markus berharap, pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, bisa sesegera merespon hal tersebut. Agar Narkoba di NTT bisa diperangi secara serius.

Ia mengungkapkan masuknya Narkoba di NTT untuk sementara melalui pelabuhan laut. Dan dari data BNNP, Kota Maumere, Kabupaten Sikka menjadi zona merah penyalahgunaan Narkoba. Setelah itu Labuan Bajo, Lembata, Waingapu, Tambolaka, Kupang, TTU, Belu dan Alor. 

“Maumere, Labuan Bajo, Lembata itu zona merah. Pintu masuk narkoba. Dan kita akui lemah pengawasan. Sehingga kita sedang komunikasikan dengan pihak kabupaten untuk adakan BNNK di daerah masing-masing,” ungkap Markus Djara.

Baca Juga:  Hardjuno Wiwoho: UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran!

Markus menambahkan dari 22 kabupaten/kota, yang sudah memiliki BNNK hanya tiga kabupaten. Yakni Kabupaten Belu, Rote Ndao dan Kota Kupang. Dan Narkoba yang paling banyak digunakan adalah Ganja, Sabu-sabu dan ekstasi.

“Baru tiga kabupaten yang punya BNNK. Seharusnya semua harus punya, apalagi daerah-daerah rawan. Pemerintah daerah harus cepat tanggap,” kata Markus Djara.

Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD NTT Winston Rondo mengatakan, untuk mencegah dan memberantas Narkoba, lembaga DPRD NTT telah membentuk Ranperda. 

Dibentuknya Ranperda diharapkan DPRD dan Pemerintah Daerah harus menjadi contoh untuk mencegah dan memberantas peredaran dan penyalahgunaan Narkoba di Provinsi NTT.

“Kita harus serius kibarkan bendera perang Narkoba. DPRD dorong tegas Ranperda Tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pemprov harus segera eksekusi. Agar pemeriksaan segera dilakukan di lingkungan Pemda, BUMN, lembaga swasta dan lembaga pendidikan,” pungkasnya.