“Kebetulan, tata batasnya ini bersamaan dan beririsan langsung dengan lahan otorita. Sehingga setelah tata batas lahan otorita ini selesai, akan terpisahkan mana area milik Pemkab Manggarai Barat dan juga mana yang menjadi lahan otorita BPOLBF,” tutur Shana Fatina.

Lebih lanjut Shana Fatina menjelaskan, pihak BPOLBF sendiri sudah berkonsultasi dengan `Tua Golo` yang ada di sekitar lokasi tersebut. Kemudian, ia memastikan bahwa penggarapan dari lahan itu juga telah secara resmi mengacu pada Perpres 32 tahun 2018.

Baca Juga:  Meldyanti Hagur di Pusaran Isu Suap Proyek APBD, dari Diperiksa Polisi hingga Enggan Beri Klarifikasi Langsung

“Kalau kita lihat di Perpres tahun 2018 itu, itu masih mencakup lahan APL milik pemkab. Temuan di lapangan dari tim terpadu kita putuskan bersama untuk mengeluarkan 38 hektar dari kawasan otorita. Jadi, sudah klir begitu,” kata Shana Fatina.

“Kita melihat ini untuk daerah tangkapan air, sehingga disatukan ke wilayah yang tidak akan menggangu fungsi ekologis dari hutan produksi tersebut terhadap Labuan Bajo,” lanjut dia.

Baca Juga:  Pemkab Matim Serahkan Bantuan Beras PPKM kepada Warga

Sebagaimana diketahui, pada Senin (25/4) lalu, ratusan warga melakukan aksi penghadangan terhadap eksavator yang berusaha membuka jalan menuju lahan pengembangan wisata Huta Bowosie di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.

Dalam aksinya itu, warga bahkan bersitegang dengan para aparat keamanan. Mereka menolak bahwa lahan tersebut dieksploitasi untuk kepentingan bisnis pariwisata karena selain lahan tersebut disebut milik mereka, itu juga merusak keseimbangan ekologi di wilayah tersebut.*