Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) akhirnya angkat bicara terkait sikap warga yang menolak pembangunan jalan menuju Hutan Bowosie yang terletak di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina mengatakan, pembangunan jalan menuju Hutan Bowosie itu merupakan suatu upaya untuk membuka akses terhadap lahan yang diklaim milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Pada lahan tersebut, demikian Shana Fatina, sekitar 200 meter merupakan milik Pemerintah Manggarai Barat, yang menyambung langsung ke pintu kawasan otorita yang akan dibangun.

“Jadi bapak bupati sudah melakukan pertemuan besar secara berkala antara Forkompimda dengan kelompok masyarakat di sekitar kawasan otorita, maupun dalam kawasan areal penggunaan lain (APL) 38 hektar yang merupakan milik Pemkab Manggarai Barat,” kata Shana Fatina di Labuan Bajo pada Selasa (26/4).

Shana Fatina mengungkapkan, terkait dengan permohonan dari kelompok masyarakat yang mengajukan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (IP4T), hal itu tidak pernah diajukan ke pemerintah pusat.

Baca Juga:  Gelar HPN ke-78 di Desa Seribu Air Terjun Wae Lolos, Jurnalis Mabar dan Warga Tanam 1.000 Pohon

Karena tidak melakukan hal tersebut, Shana Fatina menegaskan bahwa tanah 38 hektare tersebut merupakan sah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Kemudian, lanjut Shana Fatina, Bupati Manggarai Barat juga sudah mengirimkan surat kepada Gubernur NTT terkait status dari lahan seluas 38 hektare tersebut.

Shana Fatina mengatakan, Pemerintah Kabupaten seharusnya melakukan tata batas agar lahan APL sepenuhnya dapat menjadi milik mereka.

“Kebetulan, tata batasnya ini bersamaan dan beririsan langsung dengan lahan otorita. Sehingga setelah tata batas lahan otorita ini selesai, akan terpisahkan mana area milik Pemkab Manggarai Barat dan juga mana yang menjadi lahan otorita BPOLBF,” tutur Shana Fatina.

Lebih lanjut Shana Fatina menjelaskan, pihak BPOLBF sendiri sudah berkonsultasi dengan `Tua Golo` yang ada di sekitar lokasi tersebut. Kemudian, ia memastikan bahwa penggarapan dari lahan itu juga telah secara resmi mengacu pada Perpres 32 tahun 2018.

Baca Juga:  Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Tuai Pro Kontra, Menparekraf Sandiaga Klaim Tak Ada Beban Baru untuk Masyarakat

“Kalau kita lihat di Perpres tahun 2018 itu, itu masih mencakup lahan APL milik pemkab. Temuan di lapangan dari tim terpadu kita putuskan bersama untuk mengeluarkan 38 hektar dari kawasan otorita. Jadi, sudah klir begitu,” kata Shana Fatina.

“Kita melihat ini untuk daerah tangkapan air, sehingga disatukan ke wilayah yang tidak akan menggangu fungsi ekologis dari hutan produksi tersebut terhadap Labuan Bajo,” lanjut dia.

Sebagaimana diketahui, pada Senin (25/4) lalu, ratusan warga melakukan aksi penghadangan terhadap eksavator yang berusaha membuka jalan menuju lahan pengembangan wisata Huta Bowosie di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.

Dalam aksinya itu, warga bahkan bersitegang dengan para aparat keamanan. Mereka menolak bahwa lahan tersebut dieksploitasi untuk kepentingan bisnis pariwisata karena selain lahan tersebut disebut milik mereka, itu juga merusak keseimbangan ekologi di wilayah tersebut.*