Menguasai bahasa lain selain bahasa ibu dapat menjadi jembatan untuk berkomunikasi dengan orang dari latar belakang suku bangsa, adat istiadat, dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, kita mampu melihat dunia dari sudut pandang yang lebih luas dan menghargai keragaman.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan yang mendasari Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaksanakan program penerjemahan cerita rakyat pada 2021, yang dikemas dalam kegiatan Bengkel Penulisan Produk Penerjemahan.

Secara khusus, melalui penerjemahan cerita rakyat, Kantor Bahasa NTT berupaya melakukan pelindungan bahasa daerah dan meningkatkan kemampuan literasi pada anak usia awal sekolah.

Provinsi NTT merupakan provinsi dengan jumlah bahasa daerah terbanyak ke-3 di Indonesia dan memiliki 76 bahasa daerah yang tersebar antarpulau.

Namun, jumlah bahasa yang banyak ini tidak diimbangi dengan jumlah penutur fasih bahasa daerah tersebut, sehingga beberapa bahasa daerah di NTT termasuk dalam kategori terancam punah. Karena itu perlu ada upaya pelindungan bahasa daerah.

Kegiatan penerjemahan termasuk ke dalam salah satu upaya perlindungan bahasa daerah, karena melalui kegiatan alih bahasa maka bahasa dan nilai-nilai luhur dalam bahasa daerah tersebut dapat terdokumentasi secara sistematis dalam bentuk naskah terjemahan.

Berdasarkan data indeks literasi Alibaca yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2019, indeks literasi provinsi NTT hanya mencapai 29,83 persen dan masuk dalam kategori rendah.

Rendahnya literasi di Provinsi NTT tentunya berpengaruh dalam dunia pendidikan terutama untuk murid-murid kelas awal yang sedang belajar menulis dan membaca.

Karena itu, Kantor Bahasa NTT melakukan upaya peningkatan melalui kegiatan penerjemahan cerita rakyat yang dikemas secara sederhana agar mudah dipahami oleh murid-murid kelas awal.

Dalam kegiatan Bengkel Penulisan Produk Penerjemahan, dilakukan penerjemahan karya sastra lokal berupa cerita rakyat dan karya lainnya dalam dwibahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Kegiatan penerjemahan melibatkan para penulis atau sastrawan sebagai narasumber dan para peserta yang terdiri penutur jati bahasa daerah masing-masing kabupaten yang masih berusia produktif.

Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan Forum Taman Baca Masyarakat yang ada di masing-masing kabupaten.

Tantangan utama yang sempat dihadapi dalam kegiatan ini adalah belum pernah terlibatnya Sebagian besar peserta dalam penulisan bahan bacaan anak. Selain itu, diakui bahwa dalam konteks NTT, bahan bacaan anak belum banyak diproduksi.

Meski begitu, terdapat potensi yang dapat dikembangkan melalui kegiatan ini, yakni makin kayanya cerita rakyat yang dimiliki masing-masing daerah.

Potensi itulah yang menjadi kekuatan dan membawa peserta pada hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan ini, yaitu bahan bacaan anak, meliputi cerita peri, mite, legenda, cerita fabel, dan cerita kehidupan nyata.