Berikut ulasannya Gus Raharjo yang dikutip Tajukflores.com dari akun X (Twitter) @Melihat_Indo, Jumat (9/2).

Menjelang pencoblosan yang tinggal beberapa hari lagi, kubu Prabowo rupanya menyiapkan skenario yang sangat ekstrem: membranding Prabowo sebagai “anak baik”. Narasi ini bakal ditebar secara masif dengan tujuan menyentuh hati rakyat, atau winning the heart.

Aku mengatakan ekstrem karena Prabowo sejatinya adalah seorang lansia yang frontral sekaligus arogan. Dan kini dia akan dibuat menyerupai anak kalem yang penurut. Terus terang aku bergidik membayangkannya, sebab perangai yang akan diciptakannya justru membuat Prabowo kian menakutkan.

Aku teringat film Split (2016), seorang psikopat berkepribadian ganda yang menculik gadis-gadis dan disembunyikan di basement kebun binatang. Kadang ia bertingkah seperti anak berusia sembilan tahun yang lucu dan menggemaskan.

Tentu masih lekat dalam ingatan kita, pada Pilpres kali ini, kubu 02 memang berusaha keras menyembuyikan watak asli Prabowo yang tempramental. Sampai muncul branding gemoy dan joget-joget segala.

Namun dalam sekejap branding yang sudah dibangun susah payah itu runtuh usai debat pertama. Prabowo marah-marah, bahkan kemarahan itu dibawanya hingga ke tempat lain.

Dari sana muncul berbagai macam serapah, “ndasmu etik”, “tolol”, bahkan Prabowo kemudian juga mengolok-olok rakyat otaknya lamban hanya karena lebih memilih internet gratis ketimbang makan siang gratis.

Itulah sejatinya watak asli Prabowo. Jika melihat rekam jejaknya di masa lalu yang lekat dengan kekerasan, kita jadi tak kaget lagi mendengar ucapan-ucapan kasar semacam itu bisa keluar dari mulutnya.

Sebuah kisah dalam buku Gus Dur Presiden Republik Akhirat yang terbit 2010 adalah salah satu contoh nyata. Seorang utusan Prabowo yang saat itu menjabat Danjen Kopassus, mendatangi Gus Dur, membawa pesan: “Sampaikan pada Gus Dur, kalau tetap berkoar-koar seperti itu, saya punya 100 sniper yang siap membuangkan Gus Dur.”

Peristiwa itu terjadi pada 1998 sebelum reformasi. Gus Dur lalu menjawab: “Kalau benar begitu, tolong tanyakan padanya, Pak Prabowo agamanya apa? Kalau dia menjawab Islam, tolong tanyakan nyawa itu milik siapa?”

 

Benak kita tentu saja bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang yang memiliki riwayat pengancaman pembunuhan dengan 100 penembak jitu terhadap ulama besar, bisa kita anggap sebagai anak baik?

Tak dipungkiri, dengan dukungan logistik dan instrumen kekuasaan, kubu Prabowo memang mudah sekali memanipulasi rakyat. Kita bisa melihat sendiri baliho gambar kartun anak kecil yang tersebar banyak sekali di pinggir-pinggir jalan, belum lagi di media sosial.

Jangan dikira itu kebetulan, atau sekedar asik-asikan. Itu memang bentuk manipulasi yang disiapkan untuk mengelabui, bahwa ada sesuatu yang betul-betul ingin disembunyikan.