Tajukflores.com – “Bukankah kita telah berjanji untuk saling mencintai, saling memperjuangkan sampai kekal, ” bisik Maria kepada Andreas.

“Ada apa Maria? Tak usah kuatir,” balas Andreas di telinganya dengan mesra.

Sungguh manis.

***

“Bukankah sudah sering kukatakan kepadamu: aku mencintaimu Maria, mencintaimu seutuhnya. Kelak, akan kubawa kau pada orangtuaku. Dan akan juga kutemui kedua orangtuamu untuk kumintai ijin bahwa anaknya yang bernama Maria akan menjadi kekasihku. Dan kita akan menjadi teman hidup. Aku akan menjadi ibu dari anak-anakmu kelak. Kita berjanji akan segera menikah setelah kuliah.”

Itu akhir bahagia setelah berjuang mendapat ijasah.

“Terimakasih Andreas aku mencintaimu,” sahut Maria dengan nada yang sedikit gugup.

Ia ragu. Tetap ada ketakutan di hati Maria bila nanti di tinggalkan Andreas karena biasanya kekasihnya masih bercakap dengan mantan kekasihnya dulu. Namanya Monika. Kata teman kampus, ia lebih cantik.

“Ah, sudahlah itu hanya masa lalu dari Andreas. Intinya sekarang dia mencintaiku,” Maria membatin.

***

Malam beranjak pergi. Sudah setengah tahun Maria dan Andreas berpadu dalam gairah-gairah rindu. Tak cukup lewat kata-kata. Perjumpaan membuat cinta mereka tambah jujur.

Ya jujur. Mereka semakin jatuh cinta satu sama lain. Sering mencuri waktu untuk bertemu di sela-sela kegiatan kuliah. Maria sering pulang larut malam dengan alasan mengerjakan tugas kuliah itulah alasan Maria pada ibu dan Ayahnya.

Ia memberontak. Berontak dengan tradisi yang mengajarkan: hanya boleh pegang tangan, selebihnya dilakukan setelah pulang dari altar dan pemotongan kue pengantin.

Kue pengantin yang terbuat dari gabus yang berubah menjadi potongan tart setelah 60 detik.

***

So jauh. Andreas dan Maria terlalu sering bertemu. Tak pantas bersabar. Karena menahan dendam rindu itu susah. Rindu itu hanya dibalas dengan perjumpaan intim. Sungguh intim. Entah sepakat atau tidak.

***

Malam itu, tiba-tiba Maria didatangi Andreas.

“Aku merindukanmu Maria,” ujar lelakinya dengan manis.

“Aku juga,” balas Maria tanpa basa basi.

Terlalu dalamnya perasaan cinta. Tak kuasa ditahan. Malam itu. Ya malam itu. Begitulah. Begitulah setiap cerita ditulis. Dua manusia bergaul dalam peraduan rindu.

Rindu mereka seperti dendam yang harus dibayar tuntas. Cinta yang juga luka bagi kepolosan Maria. Andreas sungguh menjadi laki-laki bagi Maria.

Begitulah kisah ini ditulis.

***

Tapi mengapa penyelesaian rindu itu berakhir sesal? Maria tiba-tiba terjatuh dalam palung kesedihan. Itu mungkin gejala ketakrelaan. Ataukah kegusaran tak beralasan?

Maria sedih. Ia sungguh bersedih. Ia merasa hubungannya dengan Andreas sudah terlalu jauh.

***

Kisah ini pun berakhir dengan sangat masuk akal. Maria telat datang bulan. Ia hamil.  Ia gusar, juga ragu. Ia mencoba meyakinkan dirinya dengan alat tes kehamilan. Dan jelas. Sangat masuk akal.

Maria sungguh hamil. Persis seperti akhir cerita pada hubungan-hubungan romantis lain.

Ini akhir ataukah awal? Ini awal dari akhir. Maria cemas. Ia tidak bisa memutuskan apapun sebelum bercerita sejujurnya pada Andreas. Ia butuh sandaran. Karena lelakinya itu adalah sandaran. Ia hanya butuh sandaran bukan jawaban.

Maria telah rela memberikan tubuhnya kepada laki-laki yang telah merebut hatinya. Laki-laki itu adalah lelakinya sungguh-sungguh. Dia yang membuat malam-malamnya gelap penuh rindu yang harus dituntaskan.

Maria ingin mengabarkan kegusarannya kepada Andreas. Kalau Andreas bahagia, maka ia juga bahagia. Anak dalam rahimnya terus melonjak kegirangan.

Ini sungguh. Ia sungguh melonjak. Ini kabar bahagia, bukan cerita sedih.

Ia berusaha menghubungi Andreas berulang dan berulang kali. Tapi Andreas hilang entah kemana. Tidak aktif. Hanya Veronikab dari operator perusahaan komunikasi seluler yang setia menjawab panggilan.

“Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan cobalah beberapa saat lagi,” ujar Veronika.

Maria pun bersabar. Ia menunggu beberapa saat yang diminta Veronika. Ia terus memanggil Andreas. Tapi kekasihnya pergi entah kemana. Tak ada jawaban sama sekali. Ia gusar.

Dan sesaat demi sesaat kehidupan itu tumbuh subur dalam rahim kerinduannya. Maria pun memutuskan untuk mencari Andreas ke rumahnya, berharap anaknya yang melonjak kegirangan dalam rahim kerinduannya itu bisa membantu mencari ayahnya sendiri.

Kosong. Andreas tidak ada. Entah kekasihnya itu kemana?

Ada rumor, ia sudah ke tempat yang jauh. Aduh. Tambah panjang rindu dan kegusaran ini. Batin Maria makin tak tentu.

Tak berputus asa. Maria bertemu Ibu Andreas dan mengaku bahwa ia teman kuliahnya. Itu saja. Bukan apa-apa.

Dengan gampang dan tanpa beban, sang ibu mengisahkan bahwa anaknya sudah pergi ke tempat yang jauh untuk melanjutkan kuliah.

Memang Andreas, kata sang, ibu masih bisa dijangkau signal, hanya Veronika dari selalu membelanya dengan menjawab, Andreas sibuk.

Dimana? Di tempat jauh. Maria tambah bingung. Ia akan menyandarkan bahu dan membagi rasa sakitnya dengan siapa.

Pada siapa ia akan berbagi kerinduan dalam rahimnya? Ia butuh ayah bagi anaknya. Siapapun akan merasakan itu.

***

Di atas secarik kertas yang hampir dibuang ke tempat sampah, Maria menuliskan kerinduannya yang tak beralasan itu:

“Sepertinya kami memang harus pergi jauh. Bersama malaikat kecil yang hadir karena kerinduan kami. Kami harus pergi, karena tidak ada lagi cinta yang kami cari itu.”

***

Hanya itu yang ditemukan Polisi dan ditulis koran-koran: seorang wanita cantik pergi bersama malaikatnya dengan mengenaskan. Judul dan isi berita koran itu tidak menyebut nama Andreas, hanya Maria. Koran-koran itupun tidak membantu mencari Andreas.

Cerita ini ditulis dengan memohon maaf, apabila Maria pernah menyakiti siapapun. Amin.

Ruteng, 25 Oktober 2019

 

 

*) Cerita fiksi ini diperkaya dengan pengembangan konten oleh Kurator Sastra Tajuk Flores dengan seizin penulis Irna Nggorang.