Kemudian, unsur kedua yakni RUU dinilai tidak melalui prosedur yang layak lantaran tidak melibatkan masyarakat untuk memberikan pendapat. Menurut Ninik, pihaknya tidak merasa dilibatkan dalam pembentukan RUU tersebut.

“Unsur ketiga adalah RUU itu membuat lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KIP) mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa. Hal tersebut membuat kesan tumpang tindih kewenangan lantaran seharusnya kami yang berwewenang menyelesaikan sengketa pers,” ucap Ninik.

Menurut Ninik, RUU ini sangat berseberangan dengan Perpres No 32 Tahun 2024 yang baru diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dimana, perpres ini mengatur soal tanggung jawab perusahaan platform digital dalam penyediaan berita jurnalisme yang berkualitas.

“Mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di dewan pers, dan itu dituangkan dalam UU. Oleh karena itu penolakan ini didasarkan juga, bahwa ketika menyusun peraturan perundang-undangan perlu dilakukan proses harmonisasi,” pungkas Ninik.