Tajukflores.com – Perempuan 44 tahun itu pagi-pagi sudah berada di tenda jualannya di pinggir jalan Trans Flores, tepatnya di Lamba, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, NTT. Setiap saat, ia menunggu pembeli datang menghampir.
Maria Estertelia Samut, nama lengkap perempuan tersebut. Ia adalah salah satu pedagang buah di lokasi yang dikenal dengan sebutan Pasar Sotor ini. Wajah Teli, demikian ia biasa disapa, tampak semringah saat Tajukflores.com menghampirinya pada Jumat pagi, 21 Oktober 2022 lalu.
Di tenda tempat jualannya, aneka jenis buah-buahan ditata rapi dan disusun secara berjejer. Ada buah advokat, jeruk, markisa, durian, nanas, pepaya, dan mangga.
“Selamat pagi Pak, mau beli buah-buahan? Kebetulan ini masih baru dan masih segar semuanya,” kata Teli menyambut Tajukflores.com pagi itu.
“Saya beli buah markisa ini Bu, harganya berapa?” jawab Tajukflores.com.
Teli menjual buah markisa pada harga Rp2.000 per buah. Dengan gesit ia membungkus dalam sebuah kantong 10 buah markisa sesuai permintaan Tajukflores.com.
Dengan harga jual Rp2.000 per buah itu, Teli mengaku mendapat untung Rp1.000 per buah, karena dari pedagang pengepul, ia membeli dengan harga Rp1.000, per buah. Secara persentase, keuntungan yang didapat Teli mencapai 100%, jumlah yang besar tentunya.
“Kalau jeruk, saya beli Rp22 ribu kilogram. Itu untungnya Rp22 ribu juga, karena saya jualnya seharga Rp44 ribu per kilogram,” jelas Teli.
Teli menjalani profesi sebagai pedagang buah bersama suaminya, Heronimus Patut (45), atau biasa disapa Roni. Keduanya melakoni usaha tersebut sejak tahun 2012. Saat itu, ia dan suaminya belum menggunakan tenda sebagai tempat jualan.
“Kalau Pak masih ingat dulu ada yang namanya `Pasar Sotor`, yang kalau ada mobil lewat, lalu kami hadang untuk tawarkan buah-buahan kepada penumpangnya, kami seperti itu dulu,” ujar Teli.
Namun, setahun kemudian, yaitu pada 2013, cara seperti itu tidak lagi dipakai oleh Teli bersama suaminya tersebut, dan juga para pedagang lainnya. Mereka akhirnya membuat tenda jualan dan tidak lagi menghadang-hadang kendaraan yang melintas untuk tawarkan buah-buahan yang jadi barang jualannya.
Menurut Teli, selama dirinya menjadi pedagang buah, permintaan dari konsumen cukup tinggi. Buktinya saja, setiap hari selalu ada yang membeli buah di tendanya. Dalam sehari, Teli dan suaminya bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp100 ribu hingga Rp250 ribu.
“Tiap hari pasti ada yang beli buah-buahan di sini Pak. Memang untuk jumlahnya tidak stabil, kadang ramai sekali, tetapi kadang juga sedikit. Tetapi tetap lumayan Pak,” ujar Teli.
Sebelum menjadi pedagang buah, Teli dan suami adalah petani yang sehari-hari bergelut dengan lahan pertanian mereka. Penghasilan yang diperoleh selama menjadi petani, menurutnya pas-pasan, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya.
“Dulu, sebelum kami jual buah-buahan di sini, saya sempat ragu apakah kami bisa menyekolahkan anak-anak kami nanti,” ungkap Teli.
Namun, setelah menjadi pedagang buah-buahan, Teli mengaku bahwa mereka sudah bisa menyekolahkan anak-anak mereka. “Anak saya sekarang, satunya sudah kelas XII di SMAK Stefanus Ketang, sebentar lagi mau masuk kuliah. Satunya lagi masih SMP. Semua di sekolah favorit,” kata Teli.
“Kami bisa sekolahkan mereka karena terbantu dengan penghasilan yang kami dapatkan dari jualan buah-buahan ini Pak. Jadi kami sudah jadikan ini sebagai profesi kami, karena sangat menjanjikan untuk kehidupan kami dan anak-anak kami,” tambahnya.
Diimpor dari Luar Daerah
Tepat di seberang jalan dari tenda jualan Teli, sebuah mobil pick up sedang parkir. Tampak sopir, dibantu kernetnya, sibuk menurunkan buah-buahan segar dari bak mobil itu.
Buah-buahan itu kemudian diserahkan kepada para pedagang di sana. Salah satunya ialah kepada Teli yang sedang duduk di tenda jualannya.
Awalnya, Tajukflores.com mengira bahwa buah-buahan yang dijual Teli adalah hasil produksi dari kebun miliknya sendiri atau setidaknya dari para petani yang ada di kampungnya. Namun, Teli mengatakan buah-buah tersebut didatangkan dari luar daerah, salah satunya dari Kabupten Ngada, yang berjak lebih dari 100 kilometer arah timur Manggarai.
“Semua buah-buahan ini kami beli dari Bajawa, Pak. Mereka datang langsung membawanya ke sini pakai mobil,” ujar Teli.