Jakarta – DPR RI periode 2019-2024 tengah gencar melakukan revisi sejumlah undang-undang (UU) menjelang akhir masa jabatannya. Namun, langkah ini menuai pro dan kontra di masyarakat, dengan beberapa poin penting yang perlu dicermati.
Berikut sejumlah UU yang direvisi DPR RI yang kontroversial:
1. RUU Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008
UU Kementerian Negara saat ini sudah disepakati sembilan fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menjadi RUU inisiatif DPR. Hal itu diputuskan dalam rapat pleno pengambilan keputusan atas hasil penyusunan RUU tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5).
RUU ini juga berkelindan dengan upaya Prabowo Subianto, presiden terpilih periode 2024-2029 yang ingin menambah kursi kementerian.
Salah satu poin kontroversial beleid itu, yakni penghapusan 34 kursi. Mengubah Pasal 15 yang sebelumnya diatur jumlah menteri dalam satu kabinet, 34 orang. Artinya, jumlah menteri bisa saja tidak lagi 34 orang.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan muatan RUU perubahan Kementerian Negara yang telah diputuskan secara musyawarah mufakat, yaitu Penjelasan Pasal 10 dihapus, kemudian perubahan Pasal 15.
2. RUU Penyiaran
Revisi beleid ini sudah disepakati di Baleg DPR RI untuk menjadi RUU usulan inisiatif DPR. Buntut revisi UU ini dikecam insan pers dan pegiat jurnalisme, serta masyarakat sipil. RUU ini dianggap membungkam kebebasan pers dan berpotensi mengancam kreativitas kreator konten yang turut kena imbas beleid tersebut.
Beleid ini juga terkesan memberi karpet merah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Sejumlah isi pasal kontroversi dalam RUU Penyiaran ini, yakni larangan penayangan eksklusif konten investigasi. Hal itu termaktub dalam Pasal 50B Ayat 2 butir C disebutkan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi bagian dari larangan Standar Isi Siaran (SIS).
Kemudian, poin penyelesaian sengketa oleh KPI. Pada Pasal 42 Ayat 2 sengketa jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai aturan undang-undang, dan dalam Pasal 51 huruf E sengketa hasil keputusan KPI bisa diselesaikan lewat pengadilan.
Selanjutnya, kreator konten harus verifikasi konten ke KPI. Hal itu termaktub dalam Pasal 34F Ayat (2).
Pasal itu menyebutkan bahwa:
“Penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)”
Menanggapi gelombang kritik, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menyebut larangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi yang termaktub dalam Pasal 50 B Ayat 2 butir c pada draft RUU Penyiaran, untuk meminimalkan dampak dari produk jurnalistik itu.
Politikus Partai Gerindra itu menuding ada produk jurnalisme investigatif yang ‘separuh benar’. Namun, Dasco tak menjelaskan produk jurnalisme investigatif yang dimaksud.
“Seharusnya nggak dilarang, tapi impact-nya gimana caranya kita pikirin. Kadang-kadang nggak semua, kan, ada juga yang sebenarnya hasil investigasinya benar, tapi ada juga yang kemarin kita lihat juga investigasinya separuh benar. Jadi, kita akan bikin aturannya, supaya sama-sama jalan dengan baik,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
3. RUU Polri dan TNI (Masih wacana)
DPR RI merencanakan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Salah satu perubahan yang dibahas dalam revisi adalah perpanjangan batas usia pensiun anggota kepolisian.
Wacana revisi UU Polri ini ramai dikecam sejumlah pihak. Mereka memandang DPR mengabaikan efektivitas kerja personel pada usia lanjut dari aspek fisik, psikis, dan kapasitas mereka.
Kemudian, perpanjangan usia pensiun dapat menimbulkan masalah penumpukan personel dalam tubuh TNI dan Polri.
Dalam Pasal 30 UU Polri yang berlaku saat ini, batas pensiun maksimum anggota kepolisian, yakni 58 tahun, dengan pengecualian bagi anggota yang memiliki keahlian khusus sampai usia 60 tahun.
Kabarnya, dalam draf revisi UU Polri, batas usia pensiun diusulkan menjadi 60 tahun untuk semua anggota Polri, dan 65 tahun untuk pejabat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.