“Tentu dalam kebebasan itu juga ada kehati-hatian, untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Selain larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, revisi UU Penyiaran juga berpotensi adanya peluang tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara KPI dan Dewan Pers.

Baca Juga:  Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi Sidang UNESCO, Good Bye Malaysia!

Hal itu ada dalam pasal 25 ayat q yakni menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran dan pasal 127 ayat 2, dimana penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga:  Dewan Pers Tolak RUU Penyiaran: Ancaman Serius bagi Kemerdekaan Pers dan Masa Depan Jurnalisme di Indonesia

“Kalau KPI itu khusus untuk penyiaran, tapi kalau produk jurnalis yang umumnya, tulisan itu ke Dewan Pers. Saya kira, dikoordinasikan saja arah tugas KPI dengan tugas Dewan Pers,” tutup Hasanuddin.