Larangan kepala desa dan aparatur desa untuk berpolitik praktis juga diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf g dan j secara tegas menyebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik serta terlibat dalam kampanye Pemilu atau Pilkada.

Tedy mengingatkan bahwa jika aparatur desa terlibat dalam politik praktis, hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan di antara aparatur desa maupun dengan masyarakat.

Selain itu, keterlibatan mereka juga berpotensi mengganggu proses pemerintahan di tingkat desa serta menghambat tercapainya Pilkada yang adil dan fair.

Baca Juga:  Polres Manggarai Barat Gelar Simulasi Sispamkota untuk Amankan Pilkada 2024

ASN juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis sebagaimana diatur dalam beberapa regulasi, termasuk UU No 20 Tahun 2022 tentang ASN serta Peraturan Pemerintah tentang Jiwa Korp dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

“Untuk sementara kami belum memiliki cukup bukti untuk memanggil klarifikasi terhadap oknum-oknum tersebut, namun kami tetap melakukan pengawasan hingga tingkat desa untuk memastikan netralitas ASN dan kepala desa. Kami juga meminta dukungan dari masyarakat agar bersama-sama mengawasi setiap tahapan Pilkada demi terwujudnya Pilkada 2024 yang adil dan fair,” lanjut Tedy Ndarung.

Baca Juga:  Kapolda NTT Pastikan Kesiapan Personel Hadapi Pilkada 20244

Di sisi lain, Ketua Panwaslu Kecamatan Ndoso, Olinardus Jagom, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada temuan terkait dugaan keterlibatan ASN dan kepala desa dalam memobilisasi massa di wilayahnya.

“Sejauh pengamatan kami, Ndoso aman. Tidak ada laporan, baik dari masyarakat maupun dari PKD, terkait adanya indikasi mobilisasi massa ini. Untuk sementara, situasi masih aman,” ujar Olinardus, Senin malam (26/8).