Tajukflores.com – Kemunculan kebijakan pengintegrasian e-Kinerja BKN dalam PMM (Platform Merdeka Mengajar) di awal tahun 2024 memang membawa angin segar bagi peningkatan manajemen kinerja guru dan kepala sekolah.

Kebijakan ini bertujuan membuat evaluasi kinerja lebih kontekstual dengan kebutuhan satuan pendidikan dan relevan dengan perkembangan zaman. Namun, tak urung, kebijakan ini juga memunculkan keluhan dari para guru di lapangan.

Beragam keluhan menghiasi media sosial seperti TikTok, menyuarakan kekhawatiran meningkatnya beban kerja guru. Pengisian e-Kinerja yang terintegrasi dengan PMM ternyata menyita waktu dan pikiran, sementara di sisi lain, tugas guru sudah sedemikian banyak.

Mengajar, mendampingi siswa, mengawasi, belum lagi tugas administrasi seperti BOS, operator, petugas barang, PIP, yang kerap datang mendadak dan membutuhkan respon cepat. Di tengah keruwetan ini, guru mempertanyakan, “kapan guru istirahatnya?”

Di antara kekhawatiran akan terabaikannya kesejahteraan dan waktu istirahat guru, muncul pula kekhawatiran terhadap anak didik. Guru yang fokus pada pengisian e-Kinerja dikhawatirkan akan mengabaikan tanggung jawab utama mereka, yakni mengajar dan mendampingi siswa. Kualitas pembelajaran pun berpotensi terganggu.

Situasi semakin pelik bila kita mengingat realitas geografis Indonesia. Guru-guru di pelosok negeri yang berjuang melawan keterbatasan akses internet pun turut menyuarakan keresahan mereka.

Kebijakan yang semestinya mendorong kemajuan, justru berpotensi menjadi batu sandungan bagi mereka yang berdedikasi di tengah keterbatasan infrastruktur.

Tentu, bukan berarti kebijakan PMM harus langsung dikubur. Keinginan untuk menyempurnakan sistem evaluasi kinerja guru dan kepala sekolah patut diapresiasi.