Namun, kekhawatiran dan keluhan para guru di lapangan tidak boleh dianggap angin lalu. Perlu ada langkah-langkah nyata untuk mengatasi kesenjangan antara harapan dan realita.

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah sosialisasi yang lebih intensif kepada para guru. Pemahaman yang baik akan manfaat dan cara kerja PMM dapat meminimalisir kesulitan dan kekhawatiran. Di samping itu, penyederhanaan isian e-Kinerja juga perlu dipertimbangkan agar tidak terlalu menyita waktu dan energi guru.

Selain itu, peningkatan akses internet di daerah pelosok menjadi langkah krusial. Tidak bisa dibiarkan guru-guru di pelosok tertinggal hanya karena keterbatasan infrastruktur. Dengan akses internet yang memadai, mereka dapat mengakses PMM dan menjalankan tugasnya dengan baik.

Pada akhirnya, keberhasilan implementasi kebijakan PMM bergantung pada seberapa peka kita terhadap realita yang dihadapi para guru. Menyeimbangkan keinginan untuk meningkatkan efektivitas kinerja dengan kesejahteraan dan kenyamanan guru adalah kunci keberhasilan.

Kebijakan tanpa rasa empati bisa jadi bumerang yang melukai para pahlawan tanpa tanda jasa di ujung rantai pendidikan.

Mari kita berdialog, mencari solusi bersama, agar PMM bukan lagi momok, melainkan alat yang sungguh-sungguh bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.

Jangan biarkan kebijakan hanya terwujud di atas kertas, sementara di lapangan, para guru yang berjuang justru terjepit dan terabaikan.