Yusuf Wibisono, akademisi dan peneliti ekonomi dari FEB Universitas Indonesia, menganggap bahwa boikot terhadap produk Israel terbenarkan. Selama lebih dari tujuh dekade, Israel terus menunjukkan kebijakan apartheidnya terhadap Palestina.

Seruan boikot bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi menjadi fenomena global. Yusuf menyatakan bahwa dampak boikot ke Israel sangat bergantung pada keputusan konsumen untuk berpartisipasi dalam gerakan tersebut. Semakin banyak konsumen yang berpartisipasi, terutama dalam skala global, akan semakin besar pengaruh gerakan boikot.

Baca Juga:  PT Primavera Rio Caritate Luncurkan Air Minum Kemasan Elbajo di Labuan Bajo

Boikot: Keputusan Konsumen

Menurut Yusuf, partisipasi konsumen dalam gerakan boikot ditentukan oleh dua hal utama, yakni persepsi publik akan probabilitas keberhasilan boikot dan biaya yang akan ditanggung konsumen akibat boikot.

Yusuf menjelaskan bahwa mekanisme boikot menjadi dilema yang dihadapi negara atau perusahaan terkait penurunan kinerja ekonomi dan finansial akibat boikot.

“Semakin signifikan penurunan kinerja ekonomi dan finansial, semakin besar daya tekan boikot terhadap perubahan kebijakan. Pihak yang diboikot akan mengalami tekanan untuk menghentikan dukungannya kepada Israel seiring melemahnya kinerja finansial mereka,” ungkap Yusuf.

Baca Juga:  BPJPH Berlakukan Sertifikasi Halal Produk Impor Mulai Oktober 2024

Yusuf menambahkan bahwa kasus boikot terbaik adalah boikot terhadap rezim apartheid Afrika Selatan. Sanksi ekonomi dunia terhadap Afrika Selatan, termasuk boikot produk ekspor, embargo minyak, dan divestasi investasi asing, membawa pada berakhirnya rezim apartheid pada tahun 1990.