Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar) menolak rencana penetapan biaya masuk wisatawan ke kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK), Labuan Bajo, menjadi Rp3,75 juta per orang untuk periode satu tahun.

Formapp Mabar menilai kebijakan ini hanya menguntungkan segelintir elite yang menguasai pengelolalan kawasan.

Ketua Formapp Mabar Rafael Todowela, menjelaskan, selama ini aktivitas pariwisata di Taman Nasional Komodo sangat memberikan kontribusi positif secara perekonomian bagi masyarakat Kabupaten Manggarai Barat. Khususnya pelaku pariwisata disektor perhotelan, restoran, perkapalan, pemandu wisata, sektor pertanian, nelayan dan sebagainya.

Menurut Rafael, apabila pemerintah menerapkan tiket masuk dari yang sebelumnya Rp250.000 per wisatawan asing dan Rp75.000 per wisatawan domestik menjadi 3,75 juta per orang, hal itu dapat meruntuhkan sektor pariwisata Manggarai Barat dan perekonomian masyarakat akan jatuh.

“Karena kebijakan tersebut membuat wisatawan tidak akan datang atau berkunjung ke Komodo lagi. Dan konsekwensi logisnya adalah pelaku pariwisata lokal akan kehilangan mata pencarian dan sektor pariwisata diperedeksi akan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu atau kelompok bermodal saja,” ujar Rafael dalam keterangan pers yang diterima Tajukflores.com, Kamis (30/6).

Baca Juga:  18 Diplomat Senior dari Kemenlu RI Kunjungi Kabupaten Manggarai

Menurut dia, mustahil masyarakat menengah ke bawah bisa membeli tiket masuk dengan harga Rp3,75 juta per orang.

Akibat lainya, lanjut dia, ialah pendapatan pemerintah daerah akan menurun, restoran, perhotelan, jasa perkapalan, pemandu wisata dan stake holders pariwisata terkait lainya akan mengalami depresiasi secara ekonomi.

Selain itu, Rafel juga mengkritisi pembatasan kuota kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo menjadi 200.000 orang per tahun. Jika dikalkukasi, kouota kunjungan per bulan sebanyak 16.600 orang, per minggu 4.166 orang dan per hari 547 orang.

Menurut Rafael, perhitungan berbasis pada kuota tersebut diatas tentu sangat merugikan pelaku pariwisata dan perekonomian karena kunjungan wisatawan akan sulit diperediksi.

Dia menegaskan, dengan penerapaan kuota, maka hanya pelaku usaha tertentu yang akan mendapatkan kuota. Sementara, pelaku usaha wisata lainya berpotensi full kuota.

“Yang akan menyebabkan diskriminasi ekonomi masyarakat dan berpotensi terjadinya kecurangan di dalam registrasi jumlah kuota wisatawan. Oleh sebab itu Formapp menolak dengan keras penggunaan standar kuota di dalam memasuki Taman Nasional Komodo,” ucap dia.

Dia menambahkan, sistem pembayaran Rp15 juta per empat orang per tahun merupakan bentuk dominasi kapitalis di dalam manajemen pengolahan Taman Nasional Komodo.

Baca Juga:  Acara Talkshow Ahok di Metro Tv Berjudul "BTP Menjawab"

“Sungguh perhitungan tersebut merugikan para pengunjung, pelaku usaha dan pasar pariwisata. Perhitungan tersebut syarat dengan asupan kepentingan ekonomi bisnis tanpa mempertimbangkan hak-masyarakat untuk menikmati pemandangan indah Pulau Komodo yang berwawasan universal bagi umat manusia dan seluruh lapisan masyarakat. Hentikan wacana yang tidak bermoral sosial tersebut,” tegas Rafael.

Rafael juga menilai klaim KLHK yang menyebut sebanyak Rp11 trililiun nilai jasa konservasi hilang akibat kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo sebagai sebuah pernyaan hoaks. Sebab, kata Rafael, pada kenyataanya bukan wisatawan yang merusak Taman Nasional Komodo oleh aktivitas wisata, namun sebaliknya pemerintah sendiri yang menghancurkan ekosistem Pulau Rinca dengan mendirikan Jurasik Park bernilai triliunan.

“Penghancuran ekosistem tersebut tentu masif, tersistem dan terencana yang membuat Pulau Rinca masih ditutup sampai hari ini dampak dari pembangunan tersebut. Dan hari ini pemerintah kembali menyalahkan wisatawan bahwa kerusakan itu bernilai Rp11 triliun oleh aktivitas wisatawan. Tentu saja hal tersebut hoaks dan sangat menyesatkan nalar publik,” pungkas dia.