“Dulu aku kapten di restoran di Tangeran. Suami dulu manajerku di situ,” cerita Yeyen.

Yeyen mengaku mulai menjadi terapis saat mendiang suaminya jatuh sakit dan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Mereka sempat membuka usaha dari pesangon sekitar Rp500 juta yang diterima suaminya.

Namun demikian, penyakit gula yang diderita suaminya kian memburuk. Tabungan mereka terkuras untuk biaya pengobatan suaminya. Saat usahanya tak lagi berjalan, Yeyen pun ia memutuskan menjadi terapis di sebuah mall di kawasan Tangerang. “Saya murni terapis, gak terima job yang itu (melayani hubungan badan),” katanya.

Ketika suaminya meninggal, Yeyen pun melanjutkan pekerjaannya sebagai terapis. Permintaan melayani hubungan badan pun ia terima di luar jam pekerjaan. “Aku hanya pikir gimana caranya dapat uang untuk ketiga anakku,” ujar Yeyen dengan nada suaranya yang sedih.

Selama pandemi ini, Yeyen mengaku hanya mau menerima dua tamu. Tamu itu didapatnya dari aplikasi pertemanan atau pencarian jodoh. Adapula tamu langgannya dari tempat pijit. Menurut dia, pengasilannya dalam sehari sudah lebih dari cukup ketimbang bayaran sebagai terapis di tempat pijat.

“Kebanyakan tamu itu langgan atau dari aplikasi. Kalau yang langganan biasanya bapak-bapak yang udah kenal aku di tempat pijat,” tutur Yeyen.

Menerima tamu di wisma membuat Yeyen sedikit lebih lega. Selain pendapatannya tak dipotong, ia juga lebih bebas bekerja. “Kalau di tempat pijat kan harus dandan, harus rapi. Terus jam kerjanya dari pagi sampai malam. Capek sekali,” ujar Yeyen yang mengaku berat badannya naik enam kilogram selama pandemi ini.

Selain lebih leluasa, Yeyen mengaku bisa mendapatkan penghasilan lain dari aplikasi kencan. Di aplikasi itu, Yeyen hanya perlu bicara dan mengobrol menemani pria-pria kesepian dari berbagai daerah. Menurut dia, aplikasi itu cocok untuknya yang jarang keluar rumah dan bertemu orang banyak.

“Mereka itu orang-orang kesepian yang selalu betah di rumah dan butuh hiburan. Istilahnya itu, kita tidur bareng-bareng,” ceritanya.

Dari aplikasi yang sama Yeyen mengaku dipertemukan dengan seorang pemuda yang usianya jauh di bawahnya. Pemuda itu berusia 24 tahun, dan telah dua kali mengunjungi Yeyen di Jakarta. Sayang, hubungan yang sudah berjalan dua tahun itu mulai tak akur. Sang pacar menjadi posesif dan cemburuan

“Katanya dia cinta sama aku. Udah aku putusin tapi dia ngancam akan bunuh diri,” kata Yeyen.

Selain dengan pemuda itu, Yeyen juga menjalin hubungan dengan seorang pria beristri. Yeyen bercerita, pria itu pernah menawarkannya modal usaha agar dia berhenti menjadi terapis plus-plus.

“Lu boleh gratis sama aku, tapi akunya gak bodoh juga. Tunjukin dulu janji elu. Sekarang itu cinta gak penting tapi gimana bisa hidup. Aku mau kok jadi simpanan elu, dan tak ganggu keluarga elu,” katanya dengan nada geram.

Percakapan kami terhenti ketika handphone Yeyen berdering. Di layar handpone, muncul wajah nama dan anaknya tengah memanggil. “Ini anakku yang bungsu. Dia biasanya telpon kalau lagi kangen sama aku,” kata Yeyen.

Bersiko menularkan

Geliat prostitusi di tengah pandemi menjadi sorotan lantaran berisiko tinggi di tengah pandemi ini. Sosiolog Universitas Indonesia, Rissalwan Handy Lubis mengatakan pandemi Covid-19 berdampak di semua sektor pariwisata, termasuk tempat hiburan malam yang menjalankan praktik porsitutsi terselubung.

Mereka harus mencari sumber penghasilan lain selama kondisi pembatasan aktivitas sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19.

“Mereka harus mencari sumber penghasilan lain selama kondisi pembatasan aktivitas sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19. Kalaupun mereka tetap buka, belum tentu konsumennya ada,” kata Rissalwan, (29/8).

Meski demikian, Rissalwan mengatakan aktivitas ilegal di tempat hiburan malam praktik prostitusi terselubung berisiko tinggi di tengah pandemi ini.

“Jasa mereka ini justru berbahaya dalam konteks pencegahan penyebaran Covid-19. Mereka tidak bisa dilarang karena dari awal memang sudah merupakan aktivitas ekonomi terlarang,” ujarnya.

Untuk memperkecil risiko, Rissalwan menyarankan agar petugas gencar melakukan razia. Menurut dia, aktivitas seksual terselubung yang berpotensi menularkan dapat dicegah apabila penyedia layanan, termasuk lokasinya dirazia petugas. Misalnya tempat karoke, pub, panti pijat, warung remang-remang dan sebagainya.

“Karena masalah prostitusi ini memang sulit dikendalikan demand-nya. Yang lebih mudah adalah mengendalikan “supply” dengan razia yang intensif ke tempat-tempat yang diduga sebagai tempat prostitusi terselubung,” jelas Rissawlwan.

Redaksi