Tajukflores.com – Kenaikan harga beras belakangan ini di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak berdampak terhadap kesejahteraan petani setempat. Pasalnya, mereka juga dihadapkan pada stok gabah yang semakin menipis.
Rasa khawatir pun melanda para petani, yang cenderung memilih untuk menjaga stok gabah agar tidak habis untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Piter Raba, seorang petani dari Desa Mbuit, Kecamatan Boleng, mengungkapkan pandangannya terkait kenaikan harga beras yang telah terjadi di daerah tersebut.
Menurutnya, kenaikan harga beras saat ini disebabkan oleh menipisnya stok gabah di gudang-gudang petani. Selain itu, hasil panen yang menurun juga merupakan dampak dari kemarau yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir.
“Bertahan untuk kebutuhan sendiri,” ujar Piter Raba dalam wawancara dengan Tajukflores.com, Senin (23/10), saat ditanya mengenai kenaikan harga beras.
Sementara itu, Yosef Hadi (43), seorang petani asal Kampung Mbrata, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, merasa bersyukur dengan kenaikan harga beras.
Menurutnya, harga yang lebih tinggi dapat membantu sedikit dalam menutup biaya produksi yang selama ini jauh dari harapan para petani.
Yosef berharap agar pemerintah senantiasa mendampingi petani, sehingga hasil panen petani di masa depan selalu meningkat. Harga beras yang rendah selama ini telah menjadi beban berat bagi petani, karena tidak sesuai dengan harapan mereka.
“Kampung Mbrata ini merasa bersyukur sekali karena sekarang harga beras naik kisaran 700-800 ribu per 50 kg. Harapannya kedepan pemerintah follow up mendampingi petani supaya hasil petani kedepan selalu meningkat,” ujar Yosef.
Akibat kemarau yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir, hasil panen dari lahan milik Yosef, yang memiliki luas kurang lebih satu hektar di Mbrata, Desa Macang Tanggar, mengalami penurunan.
Lahan tersebut ditanami dua kali dalam setahun, dan tahun ini hasilnya tidak mencapai harapan.
“Tahun ini kemarin hasilnya tidak terlalu memuaskan. Kurang lebih ini tahun 2 ton satu kali panen,” ungkap Yosef sembari menunjukkan gudang padi di rumahnya yang semakin kosong.
Yosef merasa bimbang, antara ingin menjual sisa stok gabah atau menjaga stoknya agar tidak habis.
“Kalau dulu kan menganggap bahwa sandaran ekonomi itu selalu padi karena tidak ada pekerjaan lain. Kalau di sini sekarang agak mendingan karena ada lapangan pekerjaan lain,” katanya.