“Sebenarnya secara historis menjelang pilkada serentak memang ada berbagai dinamika politik hukum yang digerakkan oleh kebenaran, kepentingan politik lain ini yang terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya. Dulu di NTT saudara Marinus Sae, itu juga dalam rangka pilkada sekarang menjadi ambigu di dalam proses penegakan hukum,” kata Hasto.

Sekedar informasi, mantan Bupati Ngada, Marianus Sae bebas setelah mendekam di Lapas Porong Sidoarjo, Jawa Timur sejak 2018 lalu. Marianus bebas bersyarat dari vonis 8 tahun penjara.

Marianus divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tipikor Surabaya pada 14 September 2018. Majelis hakim juga menghapus hak politiknya selama empat tahun.

Dalam amar putusan, Marianus terbukti melakukan korupsi dalam proyek di Pemkab Ngada NTT senilai lebih dari Rp6,1 miliar.

Majelis hakim menilai Marianus telah melanggar Pasal 12 a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Dalam persidangan, Marianus Sae didakwa Jaksa KPK telah menerima uang Rp 5,9 miliar terkait proyek di Kabupaten Ngada.