Doni mempertanyakan program zonasi wilayah untuk peternakan dan pertanian berbasis teknologi. Ia menilai program tersebut belum ada hingga saat ini. Beasiswa yang diterima anak-anak di Manggarai Barat selama ini, menurut Doni, merupakan program Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Apakah ada, jika ada dimana? Lalu program beasiswa untuk anak-anak di Mabar. Yang terdengar selama ini hanya PIP program Pak Jokowi. Adalagi janji perhatian khusus bagi lansia, yang tidak jelas implementasinya,” tanya Doni.

Ia menambahkan bahwa selama kepemimpinan Edi-Weng tidak ada program atau terobosan baru yang luar biasa di daerah itu. Doni menyebut air minum bersih masih menjadi masalah, padahal pemerintah pusat telah menggelontorkan dana Rp100 miliar untuk proyek air minum.

“Sebagian masyarakat Bajo masih tersendat airnya, apalagi yang di desa-desa. Yang menonjol hanyalah penanganan covid, yang meskipun menimbulkan riak dengan tenaga kesehatan beberapa waktu lalu soal anggaran. Jadi, menurut saya, Mabar belum bisa mantap sesuai janji kampanye. Dan, ketika janji-janji untuk mantap itu tidak dapat terpenuhi, dengan mudah dapat disimpulkan, paket ini gagal dalam memenuhi janji mereka sendiri kepada masyarakat Mabar. Apalagi harga beras sekarang yang makin mahal, rakyat menjerit dan Pemda tidak mampu atasi,” tegas Doni Parera.

Senada dengan Doni, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Labuan Bajo, Simfroanus Gusti mengatakan pihaknya memberikan rapor kuning kepada pemerintah daerah di HUT Kabupaten Mabar ke-21.

Dia menyoroti bahwa meskipun PAD Manggarai Barat tergolong besar, namun persentase kemiskinan ekstremnya terus meningkat, disertai dengan lonjakan harga beras yang signifikan.

“Dari 6,98 persen di tahun 2021 naik menjadi 9,79 persen di tahun 2022. Ditambah lagi lonjakan harga beras yang signifikan dari yang biasanya Rp10.000 per liter menjadi Rp15.000 per Liter. Sementara Manggarai Barat sendiri merupakan salah satu lumbung pangan bagi NTT,” tegasnya.