“Diabaikannya mekanisme akuntabilitas hukum dan tiadanya perhatian dalam memberikan jaminan pemulihan kepada korban menjadikan kasus-kasus kekerasan terus terjadi,” lanjutnya.

Selain itu, KontraS menekankan bahwa jurnalis memiliki hak kebebasan dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan/atau penekanan agar masyarakat mendapatkan informasi yang terjamin, serta perlindungan hukum berdasarkan UU 40/1999 tentang Pers.

Kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan aparat negara bukan kali ini saja terjadi. KontraS juga mengingatkan kasus pembunuhan terhadap jurnalis Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin pada 13 Agustus 1996, dan kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi pada 27 Maret 2021.

Atas kasus yang menimpa Sukandi Ali, KontraS mendesak:

Pertama, Panglima TNI beserta jajarannya untuk mengambil langkah serius dalam mengawasi dan mencegah tindakan kekerasan serta penyiksaan, serta melakukan tindakan tegas bagi anggota yang melanggar hukum.

Kedua, Kapolda Maluku Utara untuk memproses laporan yang telah diajukan oleh korban secara independen dan akuntabel, serta memberikan akses informasi kepada korban dan keluarganya.

Ketiga, Komnas HAM untuk melakukan investigasi lebih lanjut atas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dan memantau proses hukum yang sedang berlangsung.

Keempat, LPSK untuk memberikan jaminan perlindungan dan keamanan kepada korban dan keluarganya.

KontraS menegaskan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers dan mengakhiri segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia.