Jakarta – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa jurnalis memiliki tugas untuk melakukan investigasi.

Hal ini disampaikannya dalam merespon adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran.

Mahfud menilai bahwa melarang jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja dengan melarang orang melakukan riset. Dia mengibaratkan hal ini seperti melarang orang untuk mencari ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi,” ujar Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menyoroti konsep hukum politik di Indonesia yang tidak utuh. Dia melihat bahwa pesanan-pesanan terhadap produk undang-undang hanya berfokus pada aspek teknis, tanpa mempertimbangkan aspek politik dan hukum yang lebih luas.

Menurutnya, untuk mencapai politik hukum yang lebih baik, perlu ada sinkronisasi antara UU Penyiaran dengan UU Pers dan UU Pidana. Hal ini penting agar UU Penyiaran dapat mendukung kebebasan pers dan terhindar dari kepentingan politik sempit.

“Kembali, bagaimana political will kita atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa,” jelas Mahfud.

Diketahui, Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang penyiaran saat ini sedang dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Salah satu pasal yang menuai kritik adalah pasal 56 ayat 2 poin c, yang mengatur tentang larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Berbagai pihak, termasuk organisasi jurnalis dan akademisi, telah menyatakan penolakan terhadap pasal tersebut.

Mereka menilai bahwa pasal tersebut berpotensi menghambat kebebasan pers dan menghambat upaya jurnalis untuk mengungkap fakta dan kebenaran.