Kepala Desa (Kades) Pong Leko, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur inisal GP diduga menghamili seorang wanita yang tak lain merupakan warganya sendiri.
Kasus perzinahan ini menghebohkan warga setempat lantaran wanita yang dihamili sang kades, KDN telah bersuami.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, suami KDN saat ini tengah merantau ke Kalimantan. Adapun usia kehamilan KDN saat ini telah menginjak usia 6 bulan.
Menurut penuturan warga, antara Kades GP dan pihak keluarga KDN sudah melakukan mediasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan.
Disepakati bahwa Kades GP membayar denda menurut adat Manggarai berupa 1 ekor kerbau dan uang sejumlah Rp50 juta.
Sayangnya, kata warga yang tak mau disebutkan namanya itu, Kades GP hanya mampu membayar denda Rp10 juta dan 1 ekor babi.
“Denda tidak dibayarkan semuanya. Dia (Kades GP hanya bayar uang 10 juta rupiah dan 1 ekor babi,” katanya saat dikonfirmasi, Jumat (17/3).
Warga tersebut pun berharap agar pihak keluarga KDN melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Aturan Perzinahan di KHUP
Perihal pasal perzinahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR, diatur sebagai delik aduan absolut.
Adapun hal itu diatur pasal 412 dan 413 KUHP baru mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan.
Namun, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.
Adapun mereka yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Artinya hanya suami atau istri (bagi yang terikat perkawinan) atau orang tua atau anak (bagi yang tidak terikat perkawinan) yang bisa membuat pengaduan.
Dengan kata lain, laporan tidak bisa dilakukan orang lain, apalagi sampai main hakim sendiri. Jadi, tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung.