Advokat Peradi Petrus Selestinus mempertanyakan kinerja Polres Nagekeo, Flores terkait tewasnya seorang kakek bernama Markus Nula (83), warga kampung Boasabi, Kelurahan Dhawe, Kecamatan Aesesa.

Menurut polisi, kakek Markus tewas secara wajar, namun tidak melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Sementara pihak keluarga menemukan bukti-bukti kuat yang mengindikasikan kekerasan sebagai penyebab kematian. Mulai dari ancaman sebelum korban ditemukan tewas hingga luka memar di sekujur tubuhnya.

“Kematian almarhum cukup menggetarkan Masyarakat Nagekeo, akan tetapi pihak Polres Nagekeo pasif, apatis bahkan santai menyikapinya,” kata Petrus di Jakarta, Sabtu (8/1).

Markus Nula ditemukan tewas mengapung di sungai dangkal Aesesa, tidak jauh dari kampung Boasabi, termasuk kebun milik korban pada Rabu (11/12/2019) lalu. Awalnya keluarga menerima kematian Markus Nula sebagai kematian yang wajar, apalagi kepolisian tidak melakukan olah TKP. Karena itu, keluarga dan warga setempat hanya fokus untuk mengurus jenazah korban secara adat dan agama sebelum dimakamkam.

Lantaran menemukan sejumlah fakta yang mencurigakan, dua bulan kemudian keluarga melakukan konsultasi dengan penasihat hukum. Saat memandikan jenazah korban, keluarga menemukan kejanggalan pada tubuhnya yakni ditemukan luka memar di bahu belakang bagian kanan, benjolan pada pelipis sebelah kanan, luka memar pada pipi bagian kanan.

“Selain itu ada darah yang keluar lewat hidung dan telinga, luka di bagian dalam bibir bawah, luka goresan di lengan atas sebelah kanan, dan gumpalan darah yang sudah mengering pada kepala bagian belakang,” kata Petrus.

Kecurigaan kian bertambah kuat setelah keluarga menemukan tanda-tanda lain di sekitar TKP.  Awalnya mereka memperoleh informasi bahwa korban jatuh terpeleset lalu tenggelam dan mati terbawa arus.