Jakarta – Pengamat hukum Hardjuno Wiwoho menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi yang menjerat suami artis Dewi Sandra, Harvey Moeis cs dan nama-nama beken lainnya menjadi momentum penting untuk kembali mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Hardjuno meyakini bahwa RUU Perampasan Aset, jika disahkan menjadi Undang-Undang, akan menjadi instrumen hukum yang ampuh untuk memberantas korupsi di Indonesia.

“Kasus Harvey Moeis cs ini menunjukkan bagaimana korupsi masih merajalela dan menggerogoti keuangan negara. Dengan disahkannya RUU Perampasan Aset, negara dapat dengan mudah merampas aset para koruptor dan mengembalikannya kepada rakyat,” kata Hardjuno Wiwoho dalam keterangannya, Kamis (18/4).

Hardjuno sendiri mempertanyakan komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan. Hal ini terkait sikap abu-abu kedua institusi negara itu dalam mengesahkan RUU Perampasan Aset.

Padahal, RUU Perampasan Aset sangat penting sebagai instrumen hukum untuk memberantas korupsi di Indonesia. Kehadiran UU ini diharapkan dapat mengurai benang kusut persoalan kasus korupsi dan membantu penyelesaiannya.

Pasalnya, UU ini nantinya menjadi instrument hukum yang dapat mengurai benang kusut persoalan kasus korupsi yang terjadi di negeri ini bisa terselesaikan
Sebab melalui aturan itu, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya,

“Kenapa RUU perampasan Aset ini harus segera disahkan? Karena RUU Perampasan Aset instrumen memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di tanah Air,” ujar dia.

Menurut Hardjuno, RUU Perampasan Aset dinilai sebagai instrumen hukum yang krusial dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. UU ini diharapkan dapat menjadi “palu godam” untuk menindak para koruptor dan memulihkan kerugian negara.

Dengan disahkannya RUU ini, negara berwenang untuk merampas aset yang berasal dari tindak pidana korupsi tanpa perlu menunggu pembuktian terlebih dahulu. Hal ini akan memudahkan aparat penegak hukum dalam menindak para koruptor dan mengembalikan aset negara yang telah dikorupsi.

Apalagi, RUU Perampasan aset merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption) yang antara lain mengatur ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana.

“Jadi, UU ini sangat penting sekali untuk konteks Indonesia saat ini. Dan sekaligus memberikan efek jera bagi siapapun yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat dan negara,” ujarnya.