Sebenarnya, kata Hardjuno, RUU Perampasan Aset telah dikaji dan diusulkan lebih dari satu dekade, sejak masuknya RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2012, tetapi pada kenyataannya RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan.
Saat ini, RUU Perampasan Aset kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, sehingga diharapkan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama. Namun, sampai saat ini pembahasan RUU Perampasan Aset belum tampak meskipun telah masuk dalam daftar prioritas pemerintah.
“Saya pikir, rakyat Indonesia wajib menagih komitmen pemerintah dan DPR atas RUU ini. Kita terus menyuarakan, kapan RUU ini disahkan menjadi UU. DPR kita, jangan melempem dong,” tuturnya.
Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan SDA yang melimpah, kehadiran UU Perampasan Aset ini sangat strategis. UU ini nantinya akan menjadi pengontrol prilaku korup para elit.
Akibat perilaku korupsi ini, jutaan rakyat direnggut kesejahteraannya. Dampaknya, hak rakyat untuk mendapatkan jaminan penghidupan yang layak dari negara tidak terwujud.
“Salah satunya permasalahan yang tak kunjung usai oleh pemangku kebijakan hari ini adalah mega korupsi skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencoreng Indonesia,” terangnya.
Penundaan pengesahan RUU Perampasan Aset semakin disayangkan melihat banyaknya kasus korupsi besar yang terjadi di Indonesia. Dua contohnya adalah mega korupsi skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara triliunan rupiah. Aset-aset yang dikorupsi dalam kasus ini perlu dirampas untuk memulihkan kerugian negara.
Kemudian, dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah dengan kerugian negara mencapai Rp 271 Triliun. Aset-aset yang dikorupsi dalam kasus ini juga perlu dirampas.Selain dapat menimbulkan efek jera, lanjut Hardjuno, UU Perampasan Aset juga bakal membuat semakin banyak kekayaan yang bisa dikembalikan kepada negara untuk digunakan sepenuh-penuhnya bagi kepentingan rakyat.
“Bila level operator saja sudah bisa mengeruk miliaran rupiah dari negara, apalagi aktor utamanya. Namun ironisnya, aktor utamanya tak jarang melenggang, atau dikasih kesempatan untuk kabur,” jelasnya.
Karena itu, tegas Hardjuno, jika RUU Perampasan Aset ini tak kunjung disahkan, para pencoleng itu akan terus merajalela menggerogoti keuangan negara secara leluasa.
“Dan saya kira, kasus Harvey Moeis cs ini menjadi momentum untuk kembali mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset ini,” pungkas mahasiswa program doktor program studi hukum dan pembangunan sekolah pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.