Sejumlah lembaga penegakan hukum mengedepankan restorative justice atau keadilan restoratif dalam upaya penyelesaian perkara hukum di Tanah Air. Hal ini juga dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Restorative justice adalah pendekatan hukum dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang memfokuskan proses dialog dan mediasi dalam mekanisme atau tata cara peradilan pidana.

Menurut Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rote Ndao, Budi Narsanto, pihaknya mendirikan rumah restorative justice untuk memudahkan koordinasi dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan. Menurutnya, pembentukan rumah restorative justice merupakan salah satu gagasan dalam pemecahan persoalan hukum.

“Penggabungan hukum yang hidup dengan hukum yang diberlakukan di masyarakat dengan kearifan lokal untuk memilah perkara yang masuk ke pengadilan,” kata Budi Narsanto ketika dihubungi Antara, Jumat (15/4).

Menurut Budi, kualifikasi perkara untuk mendapatkan restorative justice ialah hukuman di bawah 5 tahun dan kerugian di bawah Rp2,5 juta atau lebih dengan syarat apabila pelaku belum pernah dihukum, mendapat maaf dari korban, serta mengembalikan semua kerugian yang diderita korban. Hal ini diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. 

Budi berharap pembentukan rumah keadilan restoratif di kabupaten terselatan di Indonesia ini tidak cukup dengan satu rumah saja, namun secara bertahap mulai dibentuk di setiap kecamatan dan desa.

Menurut dia, semangat melalui pendekatan nilai-nilai keadilan, musyawarah, persatuan di dalam masyarakat dan kemanfaatan hukum serta kepastian hukum untuk keharmonisan dan kedamaian dapat terwujud.

Dia mengatakan, rumah restorative justice sebagai sarana penelitian dan edukasi tentang bagaimana mengubah perilaku masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum di tengah masyarakat. Selain itu, bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terkait perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Budi menegaskan, rumah restorative justice dapat bermanfaat bukan saja untuk kepentingan penyelesaian perkara pidana, tetapi juga menyelesaikan segala permasalahan di tengah masyarakat. Baik itu perkara perdata, tanah, maupun perkawinan, termasuk juga untuk kepentingan sosialisasi program pemerintah.