Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan kembali melakukan pemangkasan terhadap perusahaan BUMN yang tidak perform atau tidak menunjukkan perbaikan kondisi keuangan.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (Tiko) mengatakan, perusahaan BUMN yang tidak bisa diperbaiki dan bertransformasi akan ditutup.

“Kalau tidak bisa diperbaiki dan transform, kami akan tambah penutupan lagi,” ujar Tiko seusai menghadiri perayaan 2 Tahun ID FOOD di Jakarta, Senin, 8 Januari 2024.

Tiko menjelaskan, Kementerian BUMN akan melakukan pengawasan selama sembilan bulan ke depan. Bila ditemukan perusahaan yang tidak juga membaik secara keuangan dan tidak bisa bertransformasi, penutupan akan dilakukan.

“Kami akan lihat sampai sembilan bulan ini seperti apa,” katanya.

Terkait dengan perusahaan mana yang berpotensi ditutup, Tiko enggan memberikan komentar. Perusahaan yang masuk dalam PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) pun masih banyak yang perlu dikaji ulang.

“Kan banyak di PPA, ada 14 perusahaan lagi yang kami kaji,” ucap Tiko.

Pada akhir Desember 2023, Kementerian BUMN telah melakukan pembubaran terhadap tujuh perusahaan BUMN.

Ketujuh BUMN yang dibubarkan tersebut yaitu Merpati, Istaka Karya, PT Kertas Leces, Kertas Kraft Aceh, PT Industri Gelas (Iglas), Industri Sandang Nusantara, dan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PANN.

Target terakhir Kementerian BUMN hanya mengelola di bawah 40 BUMN yang diklastering dalam 12 klaster. Dengan demikian, hal tersebut merupakan target akhir transformasi bentuk pengelolaan BUMN dalam 12 klaster dan perampingan BUMN yang awalnya berjumlah 114 menjadi di bawah 40 BUMN.

Khusus klaster BUMN yang mengalami permasalahan keuangan dan usaha, Kementerian BUMN membentuk Holding Danareksa – PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) di mana Danareksa mengelola BUMN-BUMN kecil dan akan dilakukan scale up untuk menjadi BUMN yang besar.

PT PPA memiliki fungsi unik yaitu menangani BUMN-BUMN yang melakukan restrukturisasi, termasuk BUMN yang tidak lagi viable dan tidak lagi memberikan kontribusi maka dilakukan pembubaran.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Beberapa pihak menilai kebijakan ini tepat untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja BUMN. Namun, pihak lain menilai kebijakan ini berpotensi merugikan karyawan BUMN yang terdampak.