Labuan Bajo – Setiap hari, Filibertus Sandro, yang akrab disapa Ando, duduk di depan rumah keluarganya di kampung Lancang, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sambil mempelajari cara menggerakkan kakinya dengan bantuan tongkat, dia memperhatikan warga yang sibuk beraktivitas dan kendaraan yang melintas di depan rumah. Terkadang, tanpa disadarinya, air mata mengalir.
“Hingga saat ini, saya masih merasa trauma untuk naik motor lagi,” katanya.
Ando berasal dari kampung Kokor, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Manggarai Barat. Kampunya berada di pantai utara, sekitar 30 menit dari kota Labuan Bajo.
Selama lebih dari tiga tahun, Ando tidak dapat berjalan normal karena tulang kaki kirinya patah dan hancur setelah mengalami kecelakaan di Nusa Dua, Bali, pada 17 Desember 2019. Kaki kirinya harus dibantu dengan tongkat, dan sejak saat itu, dia tidak dapat melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi di Bali.
Ando tidak sanggup untuk memberikan rincian lengkap tentang kecelakaan yang menimpanya. Air mata berlinang saat dia mencoba menceritakan peristiwa tersebut.
“Saat itu, seorang ibu membantu saya setelah saya ditabrak oleh sebuah mobil pick-up. Ibu itu mendengar saya berteriak setelah kecelakaan itu, dan dia menghubungi teman saya melalui ponsel yang ada di tas saya. Kemudian, dia juga membawa saya ke rumah sakit dengan mobilnya,” ujar Ando saat diwawancarai oleh Tajuflores.com pada awal Oktober 2023.
“Rasanya sangat menderita saat tubuh tidak bisa bergerak. Saya kesulitan tidur di malam hari, dan sering kali merasa cemas.” Selama masa pemulihan, dia terus mengenang momen mengerikan saat kecelakaan tersebut,” imbuhnya.
Kisah tragis Ando dimulai pada tanggal 17 Desember 2019 ketika dia hendak berangkat ke kampus dengan mengendarai sepeda motor di Bali. Saat dalam perjalanan, dia menabrak mobil pick-up yang secara tiba-tiba mundur dari lorong menuju jalan raya, mengakibatkan kecelakaan tersebut.
“Waktu itu, saya segera dilarikan ke rumah sakit, dan perjalanan ke rumah sakit hanya memakan waktu satu jam. Tulang kaki saya patah, hancur, dan berkeping-keping,” ungkapnya.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, dia memilih untuk melanjutkan pemulihannya di luar. Selama sekitar dua bulan, dia dirawat oleh seorang penduduk Bali yang menggunakan pengobatan tradisional.
“Saat itu, daging pada kaki saya sudah hilang, dan hanya tersisa tulang yang patah. Luka yang saya alami sangat besar. Setelah perawatan selama dua bulan, ada sedikit perubahan, dan daging baru mulai tumbuh,” ujar Ando dengan ekspresi sedih.
Setelah dua bulan berobat di Bali, dia akhirnya kembali ke Labuan Bajo. Namun, setibanya di sana, dia dirawat di beberapa tempat berbeda dengan menggunakan obat tradisional.
Ando mengalami penderitaan selama dua tahun sejak kecelakaan pada 2019 hingga 2022. Selama itu, selain tangannya dan kepalannya, dia tidak bisa bergerak.
“Saya menjalani berbagai perawatan, dan selama tiga tahun ini, yang paling parah adalah saya tidak bisa tidur dengan nyenyak karena kaki saya yang menyebabkan rasa sakit,” lanjutnya.
Berusaha bangkit
Meskipun mengalami situasi yang sulit, Ando masih bercita-cita untuk melanjutkan pendidikannya, tetapi masalah keuangan menjadi hambatan utama. Sejak kecelakaan tersebut, dia tidak dapat melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
Tajukflores.com mengunjungi kediaman orangtua Ando di Dusun Kokor, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, beberapa waktu yang lalu. Ando adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Bertolomius Bas (57) dan Ibu Fransiska Bergita Murni (48).
Ayah Ando, Bertolomius Bas, menceritakan bagaimana mereka mendapat kabar mengerikan tentang anak mereka setelah kecelakaan. Mereka menerima telepon dari kerabat Ando di Bali yang memberi tahu bahwa Ando sedang berjuang untuk hidupnya akibat kecelakaan.
Mendengar berita tersebut, keluarga merasa terpukul. Namun, Bertolomius Bas, yang bekerja sebagai petani, tidak tinggal diam dan mencari cara agar Ando bisa kembali ke kampung halamannya di Manggarai Barat.
Meski dalam situasi ekonomi yang terbatas, Bertolomius berusaha untuk mengumpulkan sejumlah uang agar Ando bisa menerima perawatan di kampung halamannya.
“Ando menghabiskan dua bulan di Bali, kemudian dia dibawa ke Labuan Bajo, dan biaya perawatan di sana mencapai belasan juta rupiah, saya tidak ingat pastinya, mungkin puluhan juta. Tapi yang jelas, ini adalah perjuangan untuk anak kita,” kata Bertolomius dengan suara sedih.
Namun, meskipun kondisi Ando sudah membaik, dia tidak dapat melanjutkan pendidikan tinggi karena situasi keuangan yang sulit. Sebelum kecelakaan, Ando sudah mencapai semester tujuh dan telah mulai menyusun proposal skripsi jurusan Informatika di Kampus Universitas Teknologi Indonesia, Bali.
“Kami tidak terlalu memikirkan orang yang menabraknya, karena mobil itu mundur dari lorong ke jalan raya, sedangkan Ando berlari. Kecelakaan terjadi pada tanggal 17 Desember 2019. Saat itu, proposalnya masih dalam pengajuan dan belum mengikuti ujian,” tambah Bertolomius.
Meskipun keadaan fisiknya telah membaik dengan bantuan tongkat, Ando berharap untuk membuka usaha di Labuan Bajo, tetapi kendala utama yang dihadapinya adalah modal yang terbatas.
Bertolomius menjelaskan bahwa Ando bercita-cita membuka usaha fotokopi, karena dia memiliki pengalaman kerja di tempat fotokopi selama empat tahun. Ia ingin mewujudkan impian tersebut.
Sebagai orangtua, Bertolomius selalu memberikan motivasi kepada Ando agar tetap semangat dan tidak terlalu khawatir tentang kondisi fisiknya. Bertolomius yakin bahwa Tuhan memiliki rencana lain untuk hidupnya.
“Jika kamu tetap semangat, saya juga akan semangat. Saya selalu memikirkan masa depanmu karena kamu tidak dapat bekerja di luar rumah, aktivitasmu terbatas di dalam rumah,” kata Bertolomius sambil meminta Ando untuk tetap kuat.