Untuk mengatasi masalah ini, Qi Jiguang menciptakan makanan yang mirip dengan onigiri, yaitu nasi kepal yang biasa dibawa oleh pasukan Jepang. Namun, Qi Jiguang sengaja membuat tekstur kompiang menjadi keras agar tidak mudah hancur dan tahan lama.

Kisah di Balik Harga Seribu Kompiang Manggarai, Antara Bisnis dan Menjaga Tradisi Keluarga
Panglima perang Tiongkok, Qi Jiguang. Foto: Istimewa

Selain itu, bagian tengah kompiang juga diberi lubang agar bisa diselipkan tali dan dibawa dengan mudah di leher.

Akhirnya, kompiang menjadi makanan pokok pasukan Qi Jiguang. Makanan ini membantu pasukan Qi Jiguang mengalahkan perompak Jepang. Untuk mengenang kemenangan tersebut, makanan ini disebut sebagai Guang Bing atau Guang Biang.

Kompiang kemudian dibawa oleh para pedagang Tionghoa ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kompiang menyebar ke berbagai kota, seperti Semarang, Surabaya, Malang, Solo, Kupang, dan sebagainya.

“Jadi, tidak hanya di Manggarai saja, di Jakarta dan Semarang juga sebetulnya bikin,” cerita Victor.

Kompiang Toko Tarzan

Di Manggarai, kompiang pertama kali dikomersialkan oleh keluarga Toko Tarzan di Ruteng pada tahun 1983. Menurut Victor, awalnya, kompiang hanya diproduksi untuk konsumsi sendiri. Namun, karena diterima oleh warga Manggarai saat itu, termasuk para misionaris dari Belanda kala itu, lambat laun kompiang menjadi terkenal.

“Yang awalnya itu di Ruteng tahun 1983 itu keluarga yang komersialkan, keluarga kita sendiri. Kalau yang lain mungkin ada bikin tapi tidak mengkomersialkan tapi orang lebih mengenalkan Toko Tarzan yang pertama komersial,” katanya.

Kisah di Balik Harga Seribu Kompiang Manggarai, Antara Bisnis dan Menjaga Tradisi Keluarga
Penampakan Toko Tarzan zaman dulu. Foto: Mapio.net

Setelah kompiang sukses ‘merebut hati’ warga Manggarai dan menjelma menjadi kue khas dari daerah ini, ayah Victor, Aloysius Mantara, yang tak lain merupakan adik dari pemilik Toko Tarzan pun membuka usaha kompiang di Labuan Bajo tahun 2003. Pembukaan usaha ini bersamaan dengan pemekaran Manggarai menjadi Manggarai Barat.

Menurut Victor, saat itu ayahnya membuka toko di dekat Pantai Pede. Toko ini bertahan selama 8 tahun, kemudian tahun 2015 mereka membukanya di Jalan Raymundus Rambu, Wae Mata. Lokasi ini merupakan pintu keluar-masuk ke Labuan Bajo dari delapan kabupaten tetangga via jalan darat.

Pada tahun-tahun awal di Labuan Bajo, ayah Victor mempekerjakan karyawan untuk menjualnya secara eceran dari rumah ke rumah bahkan sampai Pelabuan ASDP (sekarang Waterfont City).

“Awal-awal waktu kita merintis pertama cukup berat, kita mulai buat itu jumlahnya sedikit. Kita memperkenalkan bahwa di sini (Labuan Bajo) sudah ada kompiang. Tahun 2003, di sini belum ada (yang jual kompiang), jadi kita buat terus kita kita jual di pelabuhan ASDP,” katanya.