“Lalu sebetulnya saya bergabung di Partai Politik itu sejak Partai Demokrat masuk Manggarai yang bawa pertama teman saya pak Frans Sukmaniara, itu tahun 2002 kalau saya tidak salah,” ungkapnya.

Ia mengaku, dirinya termasuk orang pertama yang bergabung di Partai Demokrat bersama rekannya Fidelis Syukur pada waktu itu, Namun ia memilih tidak ikut Caleg.

Lalu kemudian pada 2009 ia pindah ke PAN dan sempat menjadi salah satu wakil ketua di DPD PAN.

Karena tetap berkomitmen dengan PAN pada tahun yang sama mengapa dirinya ketika Pemilu 2019 ada beberapa partai lain mengajaknya untuk bergabung. tetapi ia tidak patah arang untuk tetap memilih bersama PAN.

“Makanya saya maju melalui Partai Amanat Nasional pada Pemilu 2019,” katanya.

Meski begitu banyak dalam kegiatan mengadvokasi kepentingan masyarakat baik melalui LSM maupun bekerja di Koperasi dirinya juga sempat menjadi pegawai kontrak pusat penyuluh pertanian pemerintah selama 3 tahun.

Yakni pada tahun 2008, 2009 dan 2010 dengan wilayah tugas di Desa Compang Cibal, Kabupaten Manggarai. Setelah bekerja selama tiga tahun sebagai pegawai penyuluh, dirinya memilih berhenti.

“Karena saya merasa bahwa waktu saya banyak mengurus Koperasi karena itu tidak banyak waktu untuk mendampingi petani. Dan saya merasa tidak adil kalau saya terima gaji tanpa menjalankan tugas dengan baik. Karena itu akhirnya waktu itu saya tidak melanjutkan kontrak meski saya diminta untuk melanjutkan,” katanya.

Bagi ayah empat orang anak ini, tidak bisa berbuat banyak jika hanya mengadvokasi kepentingan petani tetapi tidak menjadi bagian dari pengambil kebijakan.

Bagi dia, karena punya idealisme lalu ingin supaya menjadi bagian sekalipun kecil tetapi menjadi bagian dari pengambil kebijakan.

“Karena bagaimana pun seluruh kebijakan dilahirkan dari keputusan politik. Karena itu saya memilih 2019 itu saya ikut bergabung dalam kontestasi Pemilu Legislatif, karena niat tadi bahwa kita ingin berkontribusi melalui peran kita dalam Partai Politik,” ungkapnya.

Berbekal Tidak Punya Modal

Niat diri untuk mengabdi kepada rakyat, masa-masa itu dilakoninya untuk menggapai asa. Meski tak punya modal sedikit pun, ia berjuang untuk menang pada Pemilu Legislatif pada tahun 2019 lalu.

Ia percaya bahwa modal politik itu letaknya ada pada kekuatan kelompok masyarakat. Karena itu pada 2019 ia menyosialisasikan diri sambil menyampaikan apa yang ada didalam pikirannya.

“Dulu, waktu saya maju mereka bilang, maju dalam kontestasi Pemilu Legislatif ini tidak hanya modal niat dan omong baik. Tapi saya tantang itu, saya percaya bahwa seburuk-buruknya sikap politik masyarakat, saya percaya masyarakat masih ada baiknya. Mereka tau kapasitas kita karena itu saya serahkan selanjutnya kepada para pemilih,” ujar Ino Peni yang saat ini menjabat Ketua Komisi III DPRD Mabar.

Menurut anggota dewan dapil tiga tersebut tugas masyarakat dalam pemilu itu menilai seluruh kontestan. Yang dinilai adalah kompetensi. Sehingga pada Pemilu 2019, Ino Peni meraup suara 1.270 sebagai suara terbesar di PAN.

Dengan demikian, menurutnya, apa yang terjadi setiap hari adalah yang terbaik menurut Tuhan. Karena itu, baginya kalau ada satu dua masalah bagi dia itu yang terbaik menurut Tuhan Allah.

“Ketika bicara kompetensi berati bicara tiga hal, bicara knowledge, skill, dan attitude. Karena itu bagaimana mungkin rakyat bisa menilai kalau saya tidak pernah datang ke mereka. Karena itu di tahun 2019, saya punya suara itu dari tempat di mana saya bikin pertemuan,” katanya

“Karena itu dalam politik tidak terpilih pun saya percaya itu yang terbaik menurut Tuhan Allah. Karena itu saya tidak ingin menghalalkan segala cara hanya untuk dipilih. Makanya saya dorong anak-anak muda hari ini mari kita maju, jangan takut dengan kontestasi hanya karena satu dua cerita bahwa ada orang pakai uang, orang pakai materi A,B,C dan sebagainya,” lanjutnya.

Ia meyakini bahwa dari hari ke hari masyarakat itu tau bahwa partisipasi dalam pesta politik untuk tujuan apa dan harus dengan cara apa.

Bagi ayah empat orang anak ini, kecerdasan masyarakat dalam menentukan pilihan terus berubah dan terus berkembang.

Dengan demikian motivasi dibalik perjuangan yang ia lakukan murni untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.

Sebab baginya, hanya melalui lembaga legislatif riakan masyarakat akan kesejahteraan dapat tersampaikan ke pemerintah.

“Karena semua pada akhirnya harus sadar bahwa tujuan pendidikan itukan menciptakan manusia kompeten. Karena itu kalau kita rela menjual segala harta kita untuk menyekolahkan anak. Menyekolahkan itu artinya membiaya dia supaya menjadi manusia kompeten. Nah, kalau dia sudah punya alat ukur itu (kompeten), ya kompetensi itu yang kita jual bahwa itu diterima oleh masyarakat. Mungkin tidak semudah membalikan telapak tangan orang langsung memilih kita tapi itu bagian dari proses yang kita lakukan terus menerus terutama pendidikan politik ini memang harus dilakukan secara serius oleh banyak orang” ujar Ino.