Singkat cerita keluarga Soeharto menerima lamaran keluarga Sumitro dengan baik dan penuh rasa hormat. Ibu Titiek, Tien Soeharto disebut sangat bahagia atas lamaran dan kemudian acara pernikahan anaknya itu. Maka resmilah Prabowo menikah dengan Titiek pada Mei 1983.

Dari pernikahan itu mereka dikaruniai anak semata wayang yang diberi nama Ragowo Hediprasetyo atau Didit Prabowo. Didit yang tumbuh besar di Boston, Amerika Serikat, dan sempat menghabiskan masa tinggal di Paris, Prancis. Ia dikenal sebagai salah satu fashion designer yang cukup prominen.

Relasi Titiek dan Prabowo berlangsung seperti layaknya para pasangan. Menikmati kebahagiaan bersama di tahun-tahun pernikahan mereka. Semuanya kemudian mulai berubah jelang akhir kekuasaan Soeharto.

Ini karena Sumitro mulai melihat banyak hal yang ia anggap tak bisa didiamkan dalam konteks politik nasional saat itu. Sumitro mengemukakan bahwa ia tidak mungkin dapat menempatkan diri dalam suasana keluarga yang sangat Jawa, daripada dia harus munafik.

Sebagai akibat akumulasi dari berbagai persoalan, hubungan Sumitro dan Soeharto mulai renggang semenjak tahun 1995. Sumitro tetap bersikap terbuka dan merdeka.

Ia merasa bebas mengkritik kebijakan pembangunan Soeharto, bahkan sampai menerima H.R. Dharsono yang tak lain adalah lawan politik Soeharto. Salah satu kritik Sumitro yang membuat merah telinga Soeharto adalah soal dugaan mengenai kebocoran 30 persen dana pembangunan.

Apalagi, masa tiga tahun terakhir menjelang jatuhnya Soeharto merupakan saat kritis, yang ditandai semakin sulitnya Soeharto menerima kritik. Bila Sumitro mengkritik, maka Titiek Soeharto akan datang menemui Sumitro untuk menyampaikan pesan Pak Harto. Namun pesan dari Titiek tak pernah digubris Sumitro.

Puncak dari peristiwa yang mengakibatkan berakhirnya hubungan antara Prabowo Subianto dan Titiek Soeharto adalah peristiwa lengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

Pada saat itu, Prabowo menjabat sebagai Panglima Kostrad, dan keluarga Cendana, terutama putri-putri Soeharto seperti Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek), marah karena menganggap bahwa Prabowo membiarkan mahasiswa menduduki gedung DPR RI.