Tajukflores.com – Tetap hidup optimis meskipun amat sengsara. Kalimat itu disampaikan Thomas Umbu Pati, Deputi Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Thomas membagikan pengalamannya berkarya puluhan tahun di bikorasi, mulai dari pejabat rendah di kecamatan, pernah diasingkan, namun kini menduduki jabatan strategis di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pria kelahiran Belu, Kabupaten Atambua itu pernah dibentak pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), namun nasib ternyata berubah. Thomas bercerita, pejabat tersebut kini merupakan bawahannya di Kemendagri.
“Saya dulu pernah bermimpi, apakah saya bisa ke Jakarta dimana ada gedung-gedung besar, kantor-kantor yang katanya mewah. Yang kalau dari daerah itu, orang daerah diperlakukan seperti warga kelas kedua,” kata Thomas dalam sharing session keluarga rantau Flobamora di Sekretariat Forum Komunikasi Masyarakat Flobamora (FKM Flobamora) Jakarta di Amuya Cafe-Graha Kana, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6) malam.
Acara sharing session ini merupakan kerja sama Tajuk Flores dengan FKM Flobamora.
“Saya alami itu, ketika di daaerah ada tamu dari Kementerian Dalam Negeri ke Kupang, waktu itu saya dibentak-bentak di bandara (Bandara El Tari Kupang). Ada salah satu staf saya di Kemendagri, itu pernah perintahkan saya untuk kembali, gantikan (dengan) mobil yang lebih bagus. Karena saya jemput dengan mobil yang tanda petik tidak representatif oleh tamu pusat. Saya disuruh kembali dari bandara,” imbuhnya.
Namun nasib Thomas berubah. Saat menjabat sebagai Direktur Kawasan Perkotaan dan Batas Negara, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, ternyata pejabat tersebut merupakan bawahannya.
“Bapak-ibu percaya atau nggak, hidup itu mengalami metamerfosis. Saya suatu ketika, akhirnya Tuhan menghantar saya ke Kemendagri sebagai direktur dan ibu itu menjadi kepala seksi saya,” cerita pria yang memulai karir ASN di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai ini.
Suatu waktu, Thomas memanggil pejabat tersebut ke ruangannya di Kemendagri. Thomas mengungkit kejadian di Kupang beberapa tahun lalu. Di depan Thomas, pejabat tersebut merasa malu dan meminta maaf.
“Ibu itu malu-malu tidak berani angkat muka hanya mengatakan, Pak Direktur, saya mohon maaf. Saya bilang ibu, ibu masih ingat di Kupang? Minta ampun bapak katanya. Saya bilang OK. Biasanya rekonsiliasi ada dua kalimat. To forgive but not to forget. Saya memaafkan tapi anda jangan melupakan. Sejak hari itu beliau sangat loyal, sangat respek,” kenang Thomas.
Kejadian tak mengenakan itu kembali dialami Thomas saat masih menjadi pejabat rendah di Kemendagri. Saat hendak ingin menempuh pascasarjana di Universitas Gajah Mada (UGM), ia diusir pejabat eselon tiga lantaran ia memprotes anggarannya dipotong sebesar 50 persen.
Kemudian, saat kembali ke Kemendagri dan menjadi atasan pejabat tersebut, Thomas kembali mengingatkan pejabat tersebut akan kejadian kala itu.
“Orang itu masih di Kemendagri. Dia masih ada dan hampir pensiun. Saya bilang, bapak masih ingat waktu itu bapak usir saya di ruangan kasubdit eselon tiga itu bapak usir saya gara-gara uang saya protes uang saya dipotong. Lagi-lagi tunduk dan minta maaf,” katanya.
“Itulah hidup, berbuatlah yang baik tanpa mengenal waktu,” imbuh pria berdarah Flores dan Sumba ini.
Diasingkan tapi Bangkit
Thomas mengatakan ada tiga tipe birokrat, yakni quitters, campers dan climbers. Tipe quitters adalah birokrat yang mudah menyerah dan cepat puas; campers adalah tipe birokrat yang mendaki tidak sepenuh hati, dan climbers adalah birokrat yang mendaki sampai puncak.