“Terus ada pelesetan bahwa kami makan ini uang (potongan honorarium TKD), bagaimana caranya? Uang ini diterima by name, di rekening mereka (TKD) masing-masing. Kalau orangnya tidak ada, berarti uangnya juga tidak diterima,” tutur Edi Endi.

Edi Endi juga menjelaskan, saat ini, dari 3.000-an TKD, sebanyak 1.755 orang yang tetap diperpanjang pada 2022. “Yang diperpanjang 1.755 orang, dengan gaji 2 juta,” kata Edi Endi.

Untuk jam kerja, tambah dia, TKD yang akan diperpanjang masa kontraknya pada 2022 tersebut, akan mengikuti jam kerja sebelumnya. Yakni untuk hari Senin dimulai pukul 7.30-15.30 WITA, sementara untuk hari Selasa hingga Jumat dari pukul 08.00-16.00 WITA. “Jadi jam kerjanya kembali ke 8 jam per hari,” pungkas Edi Endi.

Selayang Pandang Seputar Masalah TKD di Manggarai Barat

Sebagaimana diketahui, kisruh tentang keberadaan dari sejumlah Tenaga Kontrak Daerah (TKD) di Manggarai Barat ini sempat menyedot perhatian publik.

Kisruh tersebut bermula dari adanya Surat Keputusan Bupati dengan nomor BKPPD.814/323/VII/2021 tentang besaran honorarium TKD lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat tahun anggaran 2021, bahwa gaji TKD dari yang semula sebesar Rp1.950.000,- dipangkas hampir mencapai 50 persen menjadi Rp900.000,-.

Setelah diterbitkannya keputusan itu, Bupati Edi Endi juga mengeluarkan surat pemberitahuan Bupati Manggarai Barat dengan nomor BKPPD.870/536/XII/2021, yang memerintahkan kepala OPD bahwa melarang mempekerjakan tenaga TKD sebelum adanya surat keputusan pengangkatan kembali TKD dari Bupati Manggarai Barat.

Adapun dua keputusan dari Bupati Manggarai Barat tersebut mendapat penolakan dan bahkan kecaman dari banyak pihak. Salah satunya ialah dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) Kabupaten Manggarai Barat.

Terhadap dua keputusan dari Bupati Manggarai Barat tersebut, bahkan pada Senin (10/1) lalu, pihak FSBDSI menggelar aksi unjuk rasa di Halaman Kantor Bupati Manggarai Barat dan juga di Kantor DPRD Manggarai Barat.

Dalam aksinya tersebut, pihak FSBDSI menilai bahwa kebijakan dari Bupati Edi Endi tersebut di atas merupakan bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan. Kebijakan itu, demikian pihak FSBDSI telah sangat melukai hati tenaga buruh TKD, mencederai nilai moral kemanusiaan, melanggar hak-hak buruh tenaga TKD, dan merupakan pencerminan pemimpin yang diktator.

Tidak hanya itu, dalam aksinya tersebut, mereka juga mempertanyakan penggunaan dana hasil pemotongan upah TKD yang dalam data mereka kurang lebih mencapai Rp10 miliar dari total 3.000-an TKD yang ada.

FSBDSI menilai bahwa alasan yang disampaikan oleh pihak pemerintah daerah terkait hal tersebut, yakni demi efisiensi anggaran keuangan daerah dan refocusing anggaran untuk penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Manggarai Barat ialah alasan yang tidak tepat dan cacat prosedural karena menyalahi Perda APBD tahun 2020 yang sudah ditetapkan bersama DPRD Kabupaten Manggarai Barat.

“Lalu, mengapa pada tahun 2021 Bupati dan DPRD mengeluarkan kebijakan pemotongan upah TKD sebanyak 50%? Kemanakah uang tersebut dialokasikan? Dan kenapa kebijakan itu dibuat. Kami FSBDSI merasa bahwa kebijakan tersebut cacat prosedural karena bertentangan dengan Perda APBD tahun 2020,” ujar Ketua FSBDSI Rafael Todowela pada saat itu.