Pastor Paroki St Theodorus Weluli, Romo Agustinus Kau Lake, Pr memastikan pernikahan pasangan Wendy Kefi dan Betty Berek tidak dibatalkan namun ditunda. Hal itu disampaikan Romo Agus Lake untuk mengklarifikasi video viral kasus gagal mendapatkan pemberkatan nikah di Stasi Maudemu, Atambua, Provinsi NTT di media sosial. 

“Bahwa yang terjadi di Maudemu bukan pembatalan pemberkatan nikah karena semua prosedur kanonik sudah diikuti dan tidak ditemukan halangan maupun larangan sesuai hukum kanon. Yang terjadi adalah penundaan pemberkatan nikah,” ujar Romo Agus Lake dalam klasifikasi yang diterima Tajukflores.com, Minggu, 14 Agustus 2022.

Romo Agus membantah tidak mau memberikan sakramen pemberkatan nikah. Menurut dia, penundaan pemberkatan nikah pasangan Wendy dan Betty dilakukan karena kedua mempelai dan keluarga lebih fokus mempersiapkan resepsi sampai lupa mempersiapkan tenda (kapela darurat) tempat pemberkatan nikah.

“Hingga waktu misa pemberkatan tiba, mempelai dan keluarga belum muncul untuk melakukan persiapan akhir dan pengakuan dosa karena sedang sibuk di tenda resepsi. Saya membacanya sebagai ketidaksiapan batin mereka untuk pemberkatan tapi hanya sibuk siap pesta resepsi,” katanya.

Sebelumnya, pasangan Wendy dan Betty mengaku pemberkatan nikah di tenda resepsi merupakan keputusan Romo Agus sendiri. Namun saat hari H, Romo Agus justru meminta kedua mempelai pindah ke Kapela Maudemu. Itupun akhirnya pemberkatan nikah tetap tidak dilakukan.

Menurut Romo Agus, Stasi Maudemu belum memiliki gedung kapela. Selama ini pihaknya merayakan ekaristi hari minggu, hari raya dan pelayanan sakramen-sakramen di sebuah tenda (kapela darurat) yang dibangun di depan kantor desa.

Baca Juga:  Formapp Mabar Tolak Biaya Masuk Taman Nasional Komodo Rp3,5 Juta, Sektor Pariwisata Labuan Bajo Bakal Runtuh

Kemudian, sejak rencana pernikahan, disepakati bersama mempelai dan keluarga bahwa pemberkatan tidak di Gereja Paroki Weluli, tetapi dilakukan di tenda (kapela darurat stasi) tersebut, bukan di tenda resepsi sebagaimana disebutkan dalam video yang beredar.

Namun, lanjut dia, mempelai dan keluarga malah mengeluarkan undangan dan menyiapkan tenda resepsi sebagai tempat upacara pemberkatan nikah tanpa berkonsultasi lanjut dengan dirinya selaku pastor paroki.

“Lalu umat yang lain protes dan bertanya kenapa tidak berkat di tenda (kapela darurat) sebagaimana pasangan-pasangan lain selama ini? Keluarga justru menjawab bahwa pastor paroki yang suruh, padahal belum pernah terjadi dan saya tidak pernah memutuskan untuk melangsungkan ekaristi berkat nikah di tenda resepsi pada rumah mempelai,” jelas Romo Agus.

Menurut Romo Agus, yang dimaksud dengan tenda sejak awal rencana pernikahan adalah kapela darurat, bukan tenda resepsi sebagaimana ditanggapi oleh mempelai dan keluarga.

Lebih lanjut dia mengatakan, pada saat hari pemberkatan sesuai rencana, ketika tiba di tenda (kapela darurat) ia menemukan tidak ada tanda-tanda persiapan untuk digunakan sebagai tempat upacara misa pengukuhan sakramen pernikahan, sedangkan tenda resepsi penuh dengan hiruk pikuk aktivitas pesta dan hingar bingar musik.

Oleh karena itu, ia pun memerintahkan untuk segera menyiapkan tenda (kapela darurat) untuk dilangsungkan upacara sakramen pernikahan, yang harus didahului dengan pembinaan/persiapan terakhir dan pengakuan dosa.

Menurut pengakuan Romo Agus, mempelai dan keluarga datang ke kapela darurat namun tidak langsung masuk. Mereka berdiri saja di luar dengan acuh, malas tahu dan enggan.

Baca Juga:  BPIP dan Alkhairaat Diskusikan Desa Pancasila

“Padahal waktu sudah lewat dan belum ada persiapan akhir dan pengakuan dosa, supaya bisa dilanjutkan dengan upacara pemberkatan. Nampak jelas dari sikap mereka bahwa mereka mati-matian ingin agar melangsungkan upacara pengukuhan sakramen pernikahan di tenda resepsi,” beber dia.

Romo Agus juga membantah jika penundaan berkat nikah bukan karena alasan konflik keluarga dari Wendy dan Betty. Dia mengatakan bahwa apapun yang menjadi alasan masalah perselisihan keluarga mempelai dengan mama besar, bukan sebuah alasan untuk menunda upacara pemberkatan nikah tersebut.

“Demikian juga halnya dengan alasan adanya anggota keluarga mempelai yang sakit. Pertanyaan saya tentang adanya persoalan keluarga di antara mereka saat di tenda (kapela darurat) adalah untuk mendapat kepastian kenapa tenda (kapela darurat) tidak disiapkan sebagai tempat upacara pemberkatan nikah,” ujarnya.

Oleh karena itu, Romo Agus mengatakan bahwa saat itu ia menyampaikan kepada mempelai dan keluarga bahwa pemberkatan nikah ditunda, bukan dibatalkan. Tak lama kemudian, Romo Agus kembali ke paroki.

“Mereka juga kembali ke tenda resepsi dan mulai menunjukan reaksi macam-macam sambil meneriaki saya sebagai pastor putar balik, dan lain-lain yang divideokan dan disebar lewat berbagai media,” jelas Romo Agus.

“Jadi yang sebenarnya adalah upacara pemberkatan itu ditunda bukan dibatalkan dengan pesan, silahkan selesaikan pestanya, setelah ada kesiapan batin baru dilakukan pemberkatan nikah,” pungkas Romo Agus Lake.