Jakarta – Kondisi perbankan Indonesia pernah mengalami dua masa krisis besar dalam kurun waktu dua dekade terakhir, yaitu Krisis Ekonomi (Moneter) 1998 dan pandemi Covid-19 di tahun 2020.

Kedua krisis ini membawa dampak signifikan terhadap stabilitas dan kesehatan sektor perbankan, namun dengan skenario dan tingkat keparahan yang berbeda.

Krisis Moneter yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia memiliki dampak yang sangat luas, terutama dalam sektor perbankan.

Krisis tersebut dimulai dengan jatuhnya nilai tukar Rupiah pada pertengahan 1997, yang kemudian menyebabkan kebangkrutan beruntun beberapa bank, memicu krisis ekonomi yang sangat parah.

Akar masalah utama adalah utang luar negeri swasta yang besar dan sistem perbankan nasional yang lemah.

Dalam krisis tersebut, terjadi kepanikan di masyarakat yang menyebabkan serbuan untuk membeli dollar AS sebagai upaya melindungi nilai kekayaan.

Orang-orang kaya Indonesia, baik dari kalangan pribumi maupun etnis Tionghoa, telah memulai pelarian modal ke luar negeri sejak sebelum krisis ini pecah.

Bank Indonesia (BI) berusaha untuk menanggulangi masalah likuiditas dengan memberikan izin kepada bank yang kesulitan likuiditas untuk tetap beroperasi, namun upaya tersebut tidak berhasil menahan jumlah bank yang terus mengalami saldo debet.

Pada akhirnya, BI melakukan likuidasi terhadap sejumlah bank pada tanggal 1 November 1997, yang diikuti dengan kebangkrutan bank-bank lainnya.

Untuk mengatasi krisis ekonomi, diperlukan pemecahan masalah utang luar negeri swasta, pembenahan kinerja perbankan nasional, pemulihan kepercayaan masyarakat, dan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Sebagai langkah konkret, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 membebaskan nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing, yang kemudian mengalami penurunan yang signifikan. Setelah beberapa bank dinyatakan bangkrut, pemerintah melakukan rekapitalisasi terhadap sejumlah bank.

Krisis ini juga mengakhiri masa booming perbankan nasional yang dibangun sejak tahun 1988. Beberapa bank pemerintah bahkan bergabung menjadi Bank Mandiri sebagai langkah konsolidasi.

Sementara itu, situasi perbankan Indonesia saat ini, terutama di tahun 2020 saat terjadi pandemi Covid-19, menghadapi tantangan baru. Dampak pandemi ini diperkirakan akan meningkatkan jumlah kredit macet (non performing loan / NPL), terutama karena penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan.

Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan keuangan untuk menangani pandemi ini, termasuk memberikan wewenang kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memaksa bank melakukan merger jika diperlukan.