Komnas Perempuan juga mencatat pemulihan pada pelapor/korban Putri Candrawati penting dalam posisinya sebagai saksi pada peristiwa penembakan. Ini menjadi bagian yang integral dalam penyelenggaraan pemenuhan hak bagi perempuan berhadapan dengan hukum.

Komnas Perempuan, kata Yentriyani, mengamati bahwa perkembangan publikasi kasus kekerasan seksual cenderung menjadikan pengalaman korban sebagai komoditi semata dan sensasionalitas polemik seputar peristiwa.

“Kecenderungan ini terutama pada publikasi di media sosial, karena untuk pemberitaan di media massa tunduk pada UU Pers dan kode etik jurnalistik,” tegas Andy Yentriyani.

Baca Juga:  Organisasi Masata NTT Deklarasikan Pembentukan DPC Kabupaten Manggarai, Siap Promosikan Wisata di Nuca Lale

Menurut Yentriyani, Komnas Perempuan mengenali bahwa publikasi serupa tersebut di atas seringkali justru melemahkan posisi korban dan bahkan menyudutkannya. Kondisi ini menjadi penghambat akses korban dalam keadilan dan pemulihan.

Dalam kasus ini, publikasi spekulasi tentang peristiwa penembakan dipertautkan dengan kecurigaan pada kesaksian korban.

Baca Juga:  Bansos PKH 2024 Tahap 1 Segera Cair, Begini Cara Cek Penerimanya!

“Komnas Perempuan mengingatkan bahwa menghadirkan rasa aman adalah tujuan dari pemenuhan hak atas pelindungan bagi korban kekerasan seksual dan kontribusi signifikan pada kapasitas korban untuk bangkit dari keterpurukan akibat kekerasan yang dialami, sekaligus berdaya dalam memproses secara hukum. Hal ini menjadi spirit dalam pengaturan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah diundangkan pada 09 Mei 2022 lalu,” pungkas Komnas Perempuan.