Kemudian, satu kelompok KKN dapat diisi anggota maksimal enam orang dan seluruhnya wajib berkemah minimal tiga malam di lokasi yang telah ditentukan.

Terakhir, Bobon meminta BEM UI yang menerima tantangan untuk menulis surat pernyataan bahwa dengan sadar, sukarela dan menerima risiko.

Tantangan KKN ini menuai pro dan kontra. Beberapa pihak mendukung inisiatif BEM UI untuk KKN di Papua dengan tujuan memahami situasi di lapangan secara langsung.

Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa tantangan tersebut merupakan bentuk intimidasi terhadap BEM UI, mengingat kompleksitas dan risiko yang terkait dengan situasi di Papua.

Merespon hal tersebut, Ketua BEM UI Verrel Uziel menjelaskan bahwa tujuan BEM UI mengunggah kritik tersebut adalah untuk menyuarakan suara rakyat Papua terkait dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di sana.

Menurutnya, sebagai bagian dari NKRI, sudah semestinya aparat negara bertindak sesuai hukum dan tidak melakukan kekerasan terhadap warga sipil.

“Seorang warga sipil yang dianiaya dalam video tersebut pada akhirnya dilepaskan karena tidak terbukti bagian dari gerakan separatis. NKRI sebagai negara hukum sudah semestinya tindak tanduk berpedoman pada hukum yang berlaku,” kata Verrel dikutip dari Instastorynya, Jumat (5/4).

“Masyarakat sipil tak jarang menjadi korban salah sasaran dan prajurit pun menjadi korban atas konflik berkepanjangan ini,” sambungnya.

Verrel menyayangkan respon anti-kritik dari beberapa oknum TNI dan komentar-komentar yang masuk ke akun BEM UI dan akun media sosial pribadinya.

Dia melihat banyak ancaman, intimidasi, dan kekerasan verbal yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada oknum aparat yang anti-kritik dan melanggengkan kekerasan.

“Sangat banyak ancaman, intimidasi. Sangat banyak oknum aparat yang anti-kritik dan melanggengkan kekerasan. Lebih parah, sangat banyak yang akhirnya melakukan kekerasan seksual secara verbal pada fungsionaris UI. Baiknya sama-sama introspeksi dan berbenah,” kata Verrel.